BI Ungkap Ketegangan Perang Dagang Picu Pelemahan Rupiah
Hal itu, terlihat dari kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat untuk tenor 10 tahun menjadi 3,23 persen. Angka ini tertinggi sejak 2011.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Bank Indonesia menyatakan pergerakan nilai tukar Rupiah yang saat ini di pasar spot telah menembus level Rp 15.183 per dolar Amerika Serikat masih dipengaruhi oleh pelbagai faktor yang berasal dari eksternal.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, salah satu sentimen yang menyebabkan pelemahan Rupiah karena membaiknya ekonomi Amerika Serikat.
Hal itu, terlihat dari kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat untuk tenor 10 tahun menjadi 3,23 persen. Angka ini tertinggi sejak 2011.
Perry menjelaskan, kondisi lapangan kerja di AS tumbuh lebih tinggi dari yang diperkirakan. Periode September 2018 versi Automatic Data Processing (ADP) lapangan kerja sektor non-pertanian sebesar 230.000 orang, mengalahkan konsensus yang hanya 185.000 orang.
"Ini menunjukkan ekonomi Amerika yang menguat. Karena itu investor global lebih memilih ke sana (AS),” ungkap Perry, Jumat (5/10/2018) di Gedung Bank Indonesia, Jakarta.
Baca: Inapgoc Bakal Kasih Medali Pemenang yang Sangat Ramah Bagi Penyandang Disabilitas
Perry mengutarakan, beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi nila tukar Rupiah adalah ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang masih berlangsung, selain faktor geopolitik yang terjadi di Italia.
“Ketegangan ekokomi AS dan Tiongkok masih berlangsung demikian juga ada sejumlah faktor-faktor geopolitik, apakah di Eropa atau di tempat lain. Faktor-Faktor itu pengaruhi perkembangan nilai tukar Rupiah,” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Menurutnya, ketegangan perang dagang belum akan mereda dalam waktu dekat, sebab perang dagang bukan lagi sebatas menaikkan tarif, melainkan lebih bervariatif.
“Jadi semakin runyam, semakin ruwet. Sehingga kalau kita lihat mid term election selesai apa Trump masih begitu itu kita belum tahu,” kata Darmin, Jumat (5/10/2018) di Kementerian Keuangan, Jakarta.
Karena itu, pemerintah, kata Darmin terus menyiapkan langkah-langkah untuk jangka menengah untuk mengantisipasi kondisi tersebut. “Kita harus menyiapkan langkah langkah untuk jangka menengah tidak lagi sekedar jangka pendek. Apa saja itu ya tunggu saja kita akan jelaskan,” pungkasnya.