Arif Budimanta: Fundamental Fiskal Kian Kuat
“Sampai sekarang pajak masih memiliki porsi terbesar dari total penerimaan kita. Karena itu, capaian tersebut menjadi sangat penting,” paparnya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ekonom Arif Budimanta mengungkapkan kinerja pemerintah dalam mengelola anggaran semakin baik, sehingga membuat kondisi perekonomian Indonesia semakin kuat secara fundamental.
Indikator tersebut, kata Arif yang juga wakil Ketua Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), antara lain dapat dilihat dari kinerja penerimaan negara yang terus membaik. Hingga akhir Oktober, realisasi penerimaan perpajakan sudah lebih dari Rp1.160 triliun atau 71,73 persen dari target.
Baca: Sandiaga Sebut Bangun Infrastruktur Tanpa Utang, Begini Tanggapan Erick Thohir
“Sampai sekarang pajak masih memiliki porsi terbesar dari total penerimaan kita. Karena itu, capaian tersebut menjadi sangat penting,” paparnya kepada wartawan di Jakarta, Senin (10/12/2018).
Pernyataan tersebut disampaikan saat merespons kritik Sandiaga Uno, Calon Wakil Presiden dari Prabowo tentang keinginannya membangun tanpa utang.
Selain itu, lanjut Arif, defisit keseimbangan primer di APBN juga kian menyempit.
Kondisi ini, kata dia, membuktikan bahwa fundamental APBN kian kuat. Jika pada 2015 defisitnya masih Rp142,5 triliun, maka pada 2017 menjadi Rp124,4 triliun. Sedangkan pada Oktober 2018 tersisa Rp23 triliun.
“Mestinya Sandiaga sebagai calon wakil presiden berbicara lebih komprehensif dan fundamental, tidak parsial hanya soal besaran utang. Penurunan tajam pada defisit keseimbangan primer kan menunjukkan fundamental APBN kita yang makin baik,” paparnya.
Terkait dengan utang Arif juga menegaskan, secara konstitusional masih sangat aman. Kata dia, Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan jumlah pinjaman pemerintah dibatasi maksimal 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara saat ini di bawah 30 persen.
Secara komprehensif, soal utang juga bisa dilihat dari sisi pemanfaatannya. Selama ini, jalan yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampak tampak jelas untuk kesejahteraan rakyat.
Karena itu, Arif menyarankan agar para pemangku kepentingan melihat pada sejumlah indikator hasilnya, antara lain kemiskinan dan pengangguran.
Pada Maret 2018, tingkat kemiskinan telah mencapai titik terendah sepanjang sejarah, yaitu di posisi 9,8 persen. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2018 hanya 5,13 persen.
“Ini menunjukkan bahwa hasil pengelolaan fiskal sangat baik,” paparnya.
Apalagi, APBN dimanfaatkan untuk membangun fundamental bangsa ke depan, seperti pengembangan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM).
Sesuai APBN 2019, anggaran infrastruktur mencapai Rp415 triliun dan pendidikan Rp492,5 triliun.
“Hasil akan terlihat jangka panjang. Ini menjelaskan bahwa Presiden Jokowi adalah seorang negarawan, tidak memanfaatkan APBN sekadar kepentingan jangka pendek,” tandasnya Arif.
Bahkan berdasarkan data Potensi Desa (Podes) 2018 menunjukkan bahwa indeks pembangunan desa terus membaik.
Baca: Pakai Dana APBN 2019, Kementerian PUPR Akan Kebut Infrastruktur di Selatan Jabar
Jika pada 2014 jumlah desa tertinggal masih 19.750 desa atau 26,81 persen dari total desa, pada 2018 tersisa 13.232 atau 17,96 persen. Sedangkan desa mandiri meningkat dari 2.894 desa menjadi 5.559.
“Ini menunjukkan pembangunan desa telah memberikan hasil yang sangat baik,” ujar Arif.