Catatan Akhir 2018: Gejolak Rupiah di Tahun Anjing Tanah
Jika ditilik berdasarkan tren, sepanjang triwulan pertama 2018, laju kurs rupiah bergerak pada kisaran Rp 13.542 – Rp 13.756 per dolar AS.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Choirul Arifin
Menurut Wattimena, kondisi kurs Rupiah yang sempat menyentuh level Rp 15 ribu per dolar AS, pemerintah harus terbuka perihal kondisi sesungguhnya fundamental ekonomi Indonesia. “Sekarang kurs Rupiah sudah jadi Rp 14.900, kondisi ini kami ingin ibu menjelaskan ke kami secara jujur dan setulusnya bagaimana kondisi fundamental ekonomi kita. Jujur kami tidak mau lagi berada pada suasana kelam 1998,” imbuhnya.
Tembus Rp 15.000 Per Dolar AS
Di awal Oktober 2018, Rupiah kembali melemah tajam, menembus level Rp 15.088 per dolar AS. Rupiah juga kembali mencatatkan pelemahannya ke level Rp 15.246 pada 14 Oktober 2018.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada Tony Prasetiantono menilai pelemahan nilai tukar Rupiah tidak hanya dipengaruhi oleh rencana kenaikan tingkat suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve.
“Rupiah ini dihimpit tiga masalah, suku bunga di Amerika naik, perang dagang, dan kenaikan harga minyak. Rupiah cenderung terdepresiasi lebih besar dari emerging market yang lain,” kata Tony kepada Tribunnews.com, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, merangkaknya harga minyak dunia yang menyentuh level 77 dolar AS per barrel mengganggu kredibilitas fiskal Indonesia. Sebagai negara pengimpor minyak, kenaikan harga minyak yang signifikan dapat mengganggu kondisi fiskal APBN. Selain itu, adanya perang dagang Amerika Serikat - China akan menekan neraca perdagangan Indonesia.
Ekonom Faisal Basri menilai, nilai tukar Rupiah masih akan rentan mengalami pelemahan selama transaksi berjalan masih mencatatkan defisit. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan, defisit artinya kekurangan.
Transaksi berjalan menunjukkan kegiatan ekspor-impor barang, jasa, dan pendapatan. Dengan transaksi berjalan yang defisit, artinya kemampuan menghasilkan devisa dari kegiatan ekspor-impor, lebih rendah dari keharusan membayar devisa. “Selama transaksi berjalan defisit pasti melemah,” kata Faisal Basri kepada Tribunnews.com, akhir Oktober 2018 lalu.
Bahkan, Faisal memprediksi, tren pelemahan Rupiah masih akan berlanjut di tahun depan. Kendati pemerintah mematok asumsi kurs Rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 di level Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat, tekanan pada nilai tukar masih ada.
“Pemerintah saja bikin asumsi APBN sudah Rp 15 ribu, biasanya realisasi lebih tinggi daripada target,” ungkap Faisal.
Respons Pengusaha
Menyiasati dampak melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, pengusaha menempuh upaya efisiensi agar pelemahan Rupiah tidak berdampak negatif bagi dunia usaha. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Rosan Perkasa Roeslani mengemukakan, langkah efisiensi tersebut ialah dengan menekan marjin keuntungan.
“Opsinya kan ada dua, pertama kita bisa berikan ini kepada konsumen, atau kita cut margin kita,” kata Rosan, saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia, Sudirman, Jakarta.
Sementara itu, menyiasati pelemahan kurs, Presiden Direktur PT Astra International Tbk (ASII) Prijono Sugiarto mengatakan, Astra melakukan lokalisasi terhadap produk otomotifnya.