Tarif Tinggi, Pengamat Penerbangan Nilai Garuda Tidak Peka Kondisi Perekonomian Indonesia
“Saat Garuda memasang pada subclass tertinggi, yang lain juga ikut-ikutan. Kalau saja Garuda tidak naik menaikkan, yang lain tidak berani menaikkan,”
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Penerbangan, Alvin Lie mengatakan kenaikan harga tiket pesawat secara serentak mengacu pada Garuda Indonesia.
Menurut Alvin Lie, maskapai lain berpatokan harga tiket yang dipatok oleh maskapai berplat merah tersebut.
Baca: YLKI: Biaya Bagasi Jangan Lebih Mahal dari Harga Tiket Pesawat
“Saat Garuda memasang pada subclass tertinggi, yang lain juga ikut-ikutan. Kalau saja Garuda tidak naik menaikkan, yang lain tidak berani menaikkan,” kata Alvin Lie saat dikonfirmasi, Sabtu (19/1/2019).
Alvin Lie yang juga sebagai anggota Ombudsman RI itu menyebut sejak Oktober 2018, BUMN terus mematok harga tertinggi yaitu di batas atas.
Akibatnya, maskapai lain termasuk yang berbiaya rendah atau low cost carrier (LCC) juga ikut mengerek harga tarif.
Alvin Lie menduga, kebijakan Garuda terkait harga tiket, terkait dengan kebijakan direksi baru yang dibentuk dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), September 2018.
“Garuda tidak peka dengan perekonomian nasional,” ucap Alvin Lie menambahkan.
Secara terpisah, Direktur Niaga Garuda Indonesia, Pikri Ilham Kurniansyah berujar pihaknya tidak melanggar aturan tarif batas atas.
Baca: Polemik Harga Tiket Pesawat, Mulai Dari Biaya Avtur Hingga Maskapai Diminta Naikkan Bertahap
Soal tarif Garuda yang lebih tinggi didasari adanya pelayanan makanan dan hiburan yang ditawarkan kepada pelanggan.
“Garuda diperbolehkan memberikan harga 100 persen lebih besar (dari maskapai lain) karena kami full service. Apa yang terjadi saat ini kami bersaing harga. Namun jika garuda lakukan ini terus menerus LCC akan berpengaruh besar,” sebut Pikri.