Pemerintah Diminta Melindungi Data HGU Sawit
Akibat pernyataan tersebut, sejumlah pihak meminta agar kepemilikan HGU dibuka ke publik. Namun ternyata hal tersebut tidak bisa serta merta dilakukan
Editor: Malvyandie Haryadi
“Jadi ini tidak ada urusannya dengan karena sawit merupakan komoditas strategis atau bukan, tapi karena (informasi) ini sifatnya privasi. Informasi itu sifatnya privasi di mana orang lain tidak bisa leluasa mengetahuinya,” papar Budi Mulyanto.
Pengamat hukum Kehutanan dan lingkungan Sadino menilai, pemerintah tidak perlu membuka data HGU perkebunan sawit seluruhnya karena rawan dijadikan sebagai alat kampanye hitam.
Di sisi lain, negara juga wajib melindungi banyak kepentingan hukum lain terkait kerahasiaan pemerintah provinsi dan investasi. Salah satunya agar kepercayaan kreditor terhadap dunia usaha tidak menurun karena selama ini HGU juga dijaminkan.
"Jika semua data HGU dibuka, maka kepercayaan investor terhadap dunia usaha di Indonesia menjadi berkurang," kata Sadino.
Sebenarnya data umum mengenai keterbukaan HGU sudah ada yang bisa di akses publik. Data HGU tersebut menyangkut luasan perkebunan, tanggal penerbitan, nomor penerbitan dan data umum lainnya. Hanya saja, permintaan kelompok sipil untuk mengakses semua data HGU terkait semua dokumen termasuk file SHP dan peta koordinat sangat berlebihan.
“Untuk kepentingan apa seluruh data itu harus bisa diakses. dalam industri sawit selama ini, ujung-ujungnya data ini hanya akan dipergunakan sebagai alat kampanye hitam,"imbuhnya.
Kalau ada LSM yang mengaku mewakili masyarakat sipil atau masyarakat yang berkonflik dalam kasus per kasus pengajuan itu bisa saja dilakukan, namun tetap ada mekanisme eksekusi/putusan.
Dalam putusan/ eksekusi yang sering menjadi masalah adalah karena yang digugat hanya BPN. Sedangkan pihak-pihak seperti korporasi sawit lain sebagai pemegang tidak pernah digugat.
“Hal ini menyulitkan karena pemegang HGU, pasti akan keberatan dengan putusan BPN. Pada sisi lain, BPN hanya menguasai dokumen, tetapi lahan telah menjadi hak privat sampai selesai masa berlaku selesai," katanya.
Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), HGU ialah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara guna perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan.HGU diberikan untuk masa berlaku paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun.
Setelah jangka waktu HGU dan perpanjangannya selama 25 tahun telah berakhir, pemegang hak dapat diberikan pembaruan HGU di atas tanah yang sama untuk jangka waktu paling lama 35 tahun.
HGU hanya dapat diberikan kepada warga negara Indonesia, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Sementara untuk mendapatkannya, harus memiliki izin lokasi dari pemerintah daerah (Pemda) dan memiliki rencana pengusahaan tanah jangka pendek maupun panjang.
Berita ini telah tayang di Kontan dengan judul: Guru Besar IPB: Data HGU masuk ranah privat yang dilindungi UU