Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Soal Dugaan Kartel Tiket Pesawat, Bos AirAsia: Jangan Ofensif

Tony Fernandes merespon isu terkait dugaan adanya praktik kartel dan duopoli di industri penerbangan tanah air.

Penulis: Ria anatasia
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Soal Dugaan Kartel Tiket Pesawat, Bos AirAsia: Jangan Ofensif
Tribunnews.com/ Ria Anatasia
Bos sekaligus pemilik maskapai berbiaya murah AirAsia, Tony Fernandes saat peluncuran bukunya di Plaza Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bos sekaligus pemilik maskapai berbiaya murah AirAsia Group, Tony Fernandes merespon isu terkait dugaan adanya praktik kartel dan duopoli di industri penerbangan tanah air.

Tony enggan berbicara banyak terkait grup maskapai pesaing AirAsia Indonesia, yaitu Garuda Indonesia group dan Lion Air Group.

Dia mengaku ingin fokus untuk terus memberi harga tiket pesawat terbaik kepada konsumen.

"Saya tidak bisa komentar soal maskapai lain. Yang penting tugas kami adalah menyediakan harga tiket terbaik untuk konsumen," ungkap Tony di sela-sela peluncuran buku "Flying High" di Jakarta, Kamis (4/7/2019).

"Bisnis adalah bisnis, kalau maskapai lain menerapkan harga lebih tinggi, kami tidak bisa komen. Hal itu juga buat dugaan kartel," imbuhnya.

Tony memastikan, AirAsia terus berkomitmen untuk terus memberi harga tiket yang terjangkau.

Berita Rekomendasi

Hal itu sesuai moto AirAsia yakni "Semua Orang Bisa Terbang."

Guna menyiasati biaya operasional yang membengkak, dia mengaku punya strategi khusus untuk mencari pendapatan di luar harga tiket.

Baca: PDIP Benarkan Jokowi dan Prabowo Subianto Akan Bertemu Juli Ini

Baca: Respons Susi Pudjiastuti Ditanya Soal Kesiapannya Kembali Menjadi Menteri Jokowi

Baca: ‎Jokowi Diminta Rampingkan Kabinet Pada Periode Kedua Pemerintahannya

Baca: ‎Jokowi Bagikan 2.000 Sertifikat Tanah Kepada Warga Sulawesi Utara

"Kami juga punya strategi sendiri untuk mempertahankan harga di level terjangkau. Misalnya membuat lini bisnis baru, seperti jotel, makanan dan lainnya. Jadi begitu cara kami untuk menyiasati biaya operasional maskapai. Kita harus cerdik," ucapnya.

Pengusaha asal Malaysia itu menegaskan dirinya tidak suka bila praktik kartel benar terjadi di Indonesia.

Dia meminta agar pelaku bisnis lain tidak bersifat menyerang kepada pesaingnya.

"Saya benci kartel, saya suka berkompetisi. Saya tidak tahu ada kartel atau tidak. Yang jelas saya tidak menyetujui praktik tersebut. Saya pro terhadap kompetisi, terhadap konsumen. Janganlah ofensif, jadilah lebih baik," ucapnya.

Saat ditanyai apakah dirinya pernah bertemu dengan pihak Garuda Indonesia group dan Lion Air group, Tony mengaku tidak pernah mempunyai kesempatan untuk hal itu.

"Saya belum pernah diajak duduk bersama dengan Garuda dan Lion di satu ruangan. Mungkin akan seru, meski belum tahu mau berbincang soal apa," ujarnya lalu tertawa.

Tak perlu terlalu mengatur

Bos sekaligus pemilik maskapai berbiaya murah AirAsia, Tony Fernandes angkat bicara soal kondisi industri penerbangan di tanah air.

Seperti diketahui, industri penerbangan Indonesia menjadi sorotan akibat melonjaknya harga tiket pesawat dalam beberapa bulan terakhir.

Pemerintah pun melakukan sejumlah kebijakan guna menciptakan harga yang lebih terjangkau untuk masyarakat.

Mulai dari merevisi tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) tiket pesawat, hingga yang terakhir meminta maskapai LCC menurunkan harga tiket penerbangan domestik di jadwal-jadwal tertentu.

Menurut Tony, pemerintah seharusnya tidak perlu banyak mengatur soal bisnis perusahaan-perusahaan maskapai.

Baca: Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai Ikut Mendaftar Calon Pimpinan KPK

Baca: Menteri Bidang Ekonomi, Menkumham, dan Jaksa Agung Sebaiknya Tidak Diisi Orang Partai Politik

Baca: Polda Metro Jaya Kaji Izin Pertandingan Persija Vs Persib di Stadion Gelora Bung Karno

Baca: Susi Pudjiastuti: Hilangnya 10.000 Kapal Asing Justru Menaikkan Pendapatan Kita

Bukannya menyelematkan, lanjutnya, regulasi justru bisa membuat bisnis jadi kaku dan mematikan.

"Untuk pemerintah RI, saran saya jangan terlalu mengatur. Regulasi itu bisa mematikan bisnis," kata Tony di sela-sela peluncuran bukunya "Flying High" di Plaza Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).

"Menurut saya pemerintah cukup memfasilitasi para pelaku bisnis, bukan mengatur," tambah dia.

Pemiliki klub sepakbola Queens Park Rangers itu berpendapat, konsumen sudah bisa menentukan sendiri produk mana yang akan digunakan.

Dengan begitu, pemerintah seharusnya membiarkan maskapai bersaing untuk menggaet konsumen tersebut.

"Biarkanlah pasar menentukan, biarkan customer yang memustuskan sesuatu terjangkau atau tidak untuk mereka," ujarya.

"Kalaupun industri yang sekarang tidak cukup baik, orang lain akan datang untuk bersaing menawarkan hal yang lebih menarik," tambahnya.

Buka-bukaan

Dilansir dari Kompas.com, Maskapai domestik mendapat sorotan tajam akibat tingginya harga tiket pesawat beberapa waktu lalu. Hal ini sampai membuat pemerintah turun tangan.

Penyebabnya lantaran beban operasional yang meningkat akibat harga avtur tinggi, pajak, hingga menguatnya kurs dollar AS terhadap rupiah.

Namun, di tengah situasi itu, maskapai AirAsia Indonesia masih berani memasang harga tiket yang relatif murah dibandingkan maskapai lain.

Mengapa bisa begitu? Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan mengatakan, pihaknya berupaya melakukan efisiensi sehingga harga tiket bisa lebih murah.

"Kenapa kami bisa murah atau efisien? Satu, kami hanya operasikan Airbus A320. Satu tipe. Ini memudahkan managing human resources kami. Pilotnya, krunya, engineer-nya ya cuma satu sertifikatnya untuk A320," ujarnya di Jakarta, Senin (25/6/2019).

Baca: Bangun Terminal LNG di Tanjung Perak, PGN Gandeng Pelindo III

"Jadi ini nilai plus kami dibandingkan maskapai lain yang mengoperasikan tipe pesawat lain. Kalau kami ada yang sakit, pilot cadangan bisa langsung menggantikan. Itu dari sisi kru," kata dia.

Dari sisi sparepart alat suku cadang. Lantaran hanya menggunakan Airbus A320, suku cadang yang disimpan menjadi lebih sedikit.

Ini membuat biaya penyimpanan lebih efisien daripada maskapai yang memiliki tipe pesawat yang banyak.

Kedua, memaksimalkan peranan grup. AirAsia Indonesia merupakan bagian dari AirAsia Group yang beroperasi di 6 negara dan 9 airline. Dengan bekerja secara grup, efisiensi sangat bisa dilakukan.

Misalnya dalam hal pembelian pesawat, dengan memesan pesawat secara grup, harganya akan jauh lebih murah daripada hanya satu maskapai yang memesan.

"Bargaining kami jadi lebih tinggi di mata mitra bisnis kami. Itu keunggulan yang kami miliki," kata dia.

Ketiga, utilisasi pesawat. Tidak bisa dimungkiri, biaya sewa pesawat sangat berat bagi biaya operasional. Oleh karena itu, AirAsia Indonesia memaksimalkan utilitas pesawat.

"Kami rata-rata utilisiasi pesawat 12,5 jam per hari. Kami punya target 13 jam. Bisa tetapi kendalanya adalah airport yang enggak 24 jam beroperasi," kata Dendy.

Selain itu, AirAsia Indonesia juga memaksimalkan waktu pesawat di darat yang hanya sekitar 25 menit. Hal ini dinilai penting sehingga utilitas pesawat bisa optimal selama satu hari.

Sumbang deflasi

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi sebesar 0,14 persen untuk kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada Juni 2019.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan deflasi pada kelompok pengeluaran tersebut terbesarnya dipengaruhi turunnya tarif angkutan udara (TBA) yang terjadi pada Juni 2019 sebesar 0,05 persen.

"Angkutan udara pada Juni 2019 mengalami penurunan. Ada pengaruhnya dari kebijakan batas atas 12-16 persen di Mei," katanya di kantor BPS, Jakarta, Senin (1/7/2019).

Penurunan harga tiket pesawat atau angkutan udara terjadi di 32 kota dengan angka penurunan terbesar di Makassar sebesar 12 persen dan Batam 11 persen dibandingkan Mei 2019.

Baca: Mei 2019, BPS Catat Kinerja Ekspor RI Melemah Dibanding Tahun Lalu

"Tarif angkutan udara di Juni turun dibanding Mei, otomatis penurunan itu menyumbang deflasi," tutur dia.

Di sisi lain tarif angkutan antarkota dan provinsi justru menjadi salah satu komoditas yang menyumbang inflasi.

Catatan BPS, kenaikan tarif ini memberikan andil inflasi sebesar 0,01 persen.

"Kenaikan tarif bus antar kota dan provinsi diakibatkan adanya momentum lebaran. Kenaikan tertinggi di Madiun naik 30 persen," paparnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas