Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Butuh Kepastian Hukum, Ketum Ikanot Undip Yakini UU Fidusia Perlu Penyesuaian

UU yang telah berusia 20 tahun itu memerlukan perubahan agar lebih sempurna serta penyesuaian.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Fajar Anjungroso
zoom-in Butuh Kepastian Hukum, Ketum Ikanot Undip Yakini UU Fidusia Perlu Penyesuaian
IST
Ketum Ikanot Undip Otty Hari Chandra Ubayani 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Alumni Kenotariatan Universitas Diponegoro (Ikanot Undip), Otty Hari Chandra Ubayani, menilai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia tak lagi relevan.

Menurutnya, UU yang telah berusia 20 tahun itu memerlukan perubahan agar lebih sempurna serta penyesuaian. Terutama agar mampu mengikuti perkembangan zaman.




Otty menyebut notaris diharapkan mengambil peran dalam perbaikan tersebut.

"Peran notaris harus lebih mengemuka dalam draft usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Nomor 42 Tahun 1998 tentang Jaminan Fidusia," ujar Otty, Jumat (12/7/2019).

"Terlebih di era globalisasi maupun era revolusi industri 4.0, tentunya harus banyak sekali perubahan-perubahan yang harus dimasukkan di dalam UU Fidusia," imbuhnya.

Ia mengatakan pihaknya sempat diundang oleh Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dalam diskusi mengenai UU Fidusia.

Baca: Ikatan Notaris Indonesia Apresiasi Polri

BERITA TERKAIT

Diskusi itu, kata dia, dipandang positif karena dapat diperoleh masukan-masukan untuk poin perbaikan regulasi tersebut ke depannya. Hingga akhirnya, UU Fidusia yang baru diharapkan memberikan dampak positif terutama bagi para investor.

"Karena mereka (investor) membutuhkan kepastian hukum tersebut. Apabila tidak mendapatkan kepastian hukum, pasti mereka akan takut untuk berinvestasi," ucapnya.

Pihaknya sendiri telah memberikan masukan 11 poin dari UU Fidusia ketika diskusi dengan BPHN dan Kemenkumham. Salah satunya yakni Pasal 1 yang disebut akan membuat adanya multiinterpretasi.

Otty pun berharap masukan-masukan yang sudah diberikan bisa dipertimbangkan, untuk selanjutnya dimasukkan dalam aturan baru. Sehingga UU yang ada nantinya lebih mencerminkan revolusi teknologi 5.0.

"Demikian juga soal sentralisasi fidusia, intinya pada punishment. Semua aturan kalau tidak ada punishment-nya ya tidak ada artinya. Seperti akta yang tidak bernomor, ini sangat berbahaya sekali," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas