Sistem Penarikan Cukai Rokok Saat Ini Dinilai Sudah Ideal
Ia menambahkan, sistem penarikan cukai yang terdiri 10 tier didasarkan atas PMK 156/2018 ini sudah cukup ideal. Lewat sistem ini, target penerimaan...
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan khususnya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam membuat kebijakan di bidang penarikan cukai khususnya cukai tembakau perlu melihat secara holistik atau komprehensif terkait perekonomian negara.
Bukan hanya dari sisi penerimaan untuk pemerintah pusat, tapi juga memperhatikan akibat turunannya apabila kebijakan tersebut diambil. Bukan hanya dari unsur kesehatan saja, tapi juga tingkat kesejahteraan masyarakat luas beserta pembangunan daerah.
Sistem penarikan cukai yang diterapkan pemerintah saat ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 156/ 2018 merupakan sistem yang ideal dan diterima seluruh pelaku ekonomi.
Baca: Rapor Persib di Putaran Pertama Liga 1: Termasuk Kartu Kuning Terbanyak, Hasil Imbang Mendominasi
Baca: Anissa Aziza Ungkap Raditya Dika Mengubah Pola Pikirnya
Baca: Hendi Ingatkan Warga Tak Lagi Persoalkan SARA
Hal tersebut disampaikan pakar ekonomi yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang, Prof Dr Candra Fajri Ananda, kepada pers usai diskusi ekonomi membahas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 156/2018, di Jakarta, kemarin.
“Saya pikir BKF perlu melihat ulang kebijakan (Simplifikasi) ini dengan melihat banyak aspek, tidak hanya pada industrinya saja tapi mulai dari hulunya, tenaga kerja, pendapatan asli daerah juga pemerintah daerah. Sekitar 70% pemerintah daerah sangat tergantung kepada pengiriman dari pemerintah pusat," ujarnya.
"Salah satunya dana bagi hasil cukai tembakau atau DBHCT. Kalau sampai ada perubahan kebijakan di bidang penarikan cukai, akan terjadi penurunan pendapatan cukai karena ada perubahan sistem penarikan atau simplifikasi, itu bisa berbahaya bagi daerah. Pembangunan dan daerah bisa terbengkalai."
Ia menambahkan, sistem penarikan cukai yang terdiri 10 tier didasarkan atas PMK 156/2018 ini sudah cukup ideal. Lewat sistem ini, target penerimaan cukai tercapai.
“Dengan pengelompokan yang ada sekarang, hingga bulan Juli 2019, target cukai tembakau dari 159 triliun sudah tercapai 130 triliun. Target tahun 2020 mencapai sekitar Rp 170 triliun akan tercapai. Jadi kalau sudah bisa nyumbang sebanyak itu, mau diapain lagi? Ini sudah mendekati 100% kok targetnya, apa masalahnya?"
Ia mengaku khawatir, jika sistem penarikan cukai yang sudah baik ini dirubah melalui mekanisme simplifikasi, dari 10 tier menjadi 5 tier, akan terjadi pengelompokan.
Misalnya, semula pabrik rokok kecil membayar pajak atau cukainya kecil sesuai jumlah produksinya, dikelompokkan ke dalam kelompok yang ada di atasnya, sehingga harus membayar cukai yang lebih banyak di luar jumlah produksi dan di luar kemampuannya. "Ini bisa mematikan industri mereka," katanya.