Kian Kusut dan Bingungkan Publik, Ekonom Indef: Jangan Bawa Kasus Jiwasraya ke Ranah Politik
Saling lempar argumentasi dan menyalahkan, tidak dapat menyelesaikan kasus gagal bayar JIwasraya yang merugikan negara Rp 13,7 triliun itu.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara meminta kasus gagal bayar asuransi Jiwasraya tidak ditarik ke ranah politik.
Bhima beralasan, saling melempar argumentasi siapa bertanggung jawab dan menyalahkan, tidak dapat menyelesaikan kasus gagal bayar JIwasraya yang merugikan negara sekitar Rp 13,7 triliun tersebut.
Bhima menuturkan, ada baiknya pemerintah mempercepat proses hukumnya.
"Jangan ditarik ke ranah politik ya, karena ini lebih menyangkut ke kasus hukum dan tata kelola BUMN. Dibanding saling menyalahkan rezim satu menyalahkan ke rezim satunya, menurutnya saya proses hukumnya harus dipercepat," ujar Bhima saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (27/12/2019).
Makin kusut
Bhima menilai, kisruh gagal bayar Jiwasraya kini akan semakin kusut jika terus dihubung-hubungkan ke politik dan hanya membuat kebingungan publik dan nasabah.
"Iya kian kusut, sementara kejelasan pembayaran polis pada Jiwasraya ini masih menggantung."
"Ranah politik itu hanya menciptakan kebingungan bagi publik dan nasabah. Penyelesaian lebih ke prosedur hukum tapi ditarik ke proses politik," jelasnya.
Baca: Kutip Pernyataan SBY, Staf Pribadi Beberkan Kasus Jiwasraya: Salahkan Saja Masa Lalu. . .
Bhima mencatat, selain mempercepat proses hukum, pemerintah perlu pula melakukan pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang.
"Yang paling penting mencegah kasus serupa di terjadi di BUMN atau asuransi jasa keuangan lain," harapnya.
Cuitan Staf Pribadi SBY
Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya membuka suara terkait krisis Jiwasraya yang diduga merugikan negara hingga belasan triliun rupiah akibat kasus gagal bayar atas klaim polis nasabah yang jatuh tempo.
Hal itu diutarakan staf pribadi SBY bernama Ossy Dermawan melalui akun twitternya @ossydermawan, hari Jumat (27/12/2019).
Baca: Wakil Ketua KPK: Kita Juga Ikut Pantau Kasus Jiwasraya
Ossy mengisahkan, sehari sebelunnya, yakni pada Kamis (26/12/2019) lalu SBY menerima sejumlah tamu. Sang tamu sempat menanyakan kepada SBY perihal kasus Jiwasraya yang mau ditarik mundur ke tahun 2006.
"Dengan tenang SBY menjawab : Kalau di negeri ini tak satupun yg mau bertanggunga jawab tentang kasus Jiwasraya, ya.. salahkan saja masa lalu," tulis Ossy.
Baca: Ekonom Indef Kritisi Dana Desa Belum Tekan Jumlah Penduduk Miskin
Masih melalui penuturan Ossy, SBY menilai, krisis besar yang melanda perusahaan asuransi BUMN mulai terjadi pada 2 tahun terakhir, yakni di 2018-2019.
SBY menerangkan, jika tidak ada pihak yang mau bertanggung jawab atas kasus gagal bayar Jiwasraya, SBY mempersilakan salahkan saja periode sebelumnya.
"Yang rakyat ketahui, krisis besar Jiwasraya terjadi 2 tahun terakhir, 2018-2019. Jika ini pun tak ada yang bertanggung jawab, ya sudah, salahkan saja tahun 2006. Para pejabat tahun 2006 juga msh ada, mulai dari saya, Wapres JK, Menkeu SMI, Men BUMN dll. Tapi, tak perlu mereka harus disalahkan," cuit Ossy.
Ossy melanjutkan SBY juga merespon terkait banyaknya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bermasalah terkait pengelolaan keuangannya, sampai dugaan penyimpangan kewenangan.
"Saya juga dapat informasi; katanya skrg banyak BUMN (termasuk sejumlah bank) yang bermasalah. Mulai dari keuangan yang tak sehat, utang yang sangat besar sampai dengan dugaan penyimpangan (melanggar aturan). Kalau begini, jangan-jangan saya lagi yg disalahkan. Begitu respons SBY," tulis Ossy lagi.
Dugaan korupsi itu kini ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Penyidikan awal Kejagung menaksir kerugian negara akibat korupsi sekitar Rp 13,7 triliun.
Kejagung akan memanggil 24 orang terkait untuk dimintai keterangan lanjutan.
Saat ini Kejagung dan pihak imigrasi telah melakukan pencegahan ke luar negeri selama 6 bulan ke depan, pada 10 orang yang berpotensi menjadi tersangka dikasus tersebut, termasuk mantan dirut dan direktur keuangannya.