Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kedaulatan Energi dalam Larangan Ekspor Nikel
Bagaimanapun, kedaulatan suatu negara ditentukan oleh kemandirian dan kepercayaan dirinya di tengah tekanan global.
Editor: Hasanudin Aco
Kondisi tersebut tidak terlepas dari proyeksi kebutuhan nikel yang semakin tinggi di masa depan, yang menuntut pemain nikel membuat strategi khusus dalam menghadapinya.
Sebut saja Tiongkok yang mengimpor lebih dari 50 % komododitas nikel dunia sejak 2015, telah membangun strategi penimbunan nikel untuk kepentingan domestiknya.
Begitupun Indonesia yang bertindak dengan percepatan pelarangan ekspor nikel yang sedianya dilaksanakan pada tahun 2022, menjadi efektif pada 1 Januari 2020.
Fakta tersebut menggambarkan bahwa masing – masing negara yang mempunyai kepentingan terhadap komoditas nikel, makin menyadari bahwa produksi nikel dalam negeri akan lebih menguntungkan untuk keperluan domestik.
Bahkan meskipun pembangunan smelter di Indonesia belum sesuai harapan, Pemerintah lebih memilih untuk melarang ekspor nikel mentah, agar cadangan nikel dalam negeri tetap terjaga.
Kebutuhan Baterai Mobil Listrik Nasional
Salah satu alasan penimbunan nikel tersebut adalah untuk komponen mobil listrik. Mobil listrik diprediksi akan menguasai industri otomotif pada masa depan, menggantikan kendaraan berbahan bakar fosil.
Pada 2025, diperkirakan 15 juta mobil listrik akan melaju di jalan raya yang secara langsung akan mendongkrak kebutuhan nikel sebagai bahan baku baterai lithium sekitar 10 – 40 % dari permintaan pasar saat ini.
Menghadapi situasi tersebut, Pemerintah Indonesia secara khusus tengah menyusun roadmap mobil listrik, salah satunya dengan penerbitan Perpres 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Selain karena listrik dapat diproduksi sendiri, total potensi bahan bahan baku nikel sebesar 23,7 % cadangan dunia, cukup menjamin optimisme Indonesia dalam menghadapi kompetisi mobil listrik ke depan.
Nantinya, dengan adanya peningkatan penggunaan mobil listrik, diharapkan negara tidak lagi terbebani oleh impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang membuat defisit neraca dagang.
Ketergantungan terhadap rantai pasokan BBM dari luar negeri pun dapat dihindari sehingga mampu melahirkan sustainability dan kemandirian energi.
Kemandirian Energi
Melimpahnya cadangan nikel Indonesia juga bisa dimanfaatkan sebagai daya tarik investasi bagi perusahaan asing untuk perluasan industri.