Virus Corona Kagetkan Pasar Global, Harga Minyak Mentah dan Saham Anjlok
Harga minyak mentah dunia anjlok sebagai imbas merebaknya virus Corona ke-12 negara, dalam beberapa hari terakhir.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga minyak mentah dunia anjlok sebagai imbas merebaknya virus Corona ke-12 negara, dalam beberapa hari terakhir.
Penjualan minyak mencatatkan angka terburuk sejak Juli 2019 lalu, pasca-merebaknya virus Corona.
Para pelaku pasar modal pun galau mengetahui penyebaran virus ke berbagai negara, yang telah menewaskan 56 orang dan menginfeksi 1.975 pasien.
Penurunan permintaan otomatis membuat harga minyak tertekan.
Banyaknya penerbangan yang dibatalkan di kota-kota di China serta beberapa negara yang bolak-balik ke negara itu, membuat permintaan minyak untuk maskapai penerbangan mengalami penurunan tajam.
China merupakan importir minyak mentah terbesar di dunia.
Tahun 2019, China mengimpor minyak rata-rata 10,12 juta barel per hari.
China juga tercatat sebagai negara dengan konsumsi minyak terbesar dunia setelah Amerika Serikat (AS).
Pada perdagangan terakhir hari Jumat (24/1/2020) lalu, dikutip dari CNBC International, Minggu (26/1/2020), harga minyak mentah di West Texas Intermediate jatuh hingga 2,5 persen atau 1,4 dollar AS yang saat ini bertengger di harga 54,19 dollar AS per barel.
Minyak mentah sempat menyentuh harga 53,85 dollar AS per barel atau berada pada level terendahnya sejak Oktober tahun lalu.
Penurunan harga minyak ini merupakan kerugian dalam empat hari berturut-turut. Adapun kontrak penjualan minyak sudah turun 7,4 persen selama tiga minggu terakhir.
Sementara itu, minyak Brent yang jadi rujukan harga minyak dunia, juga turun 2,2 persen menjadi 60,69 dollar per barel. Harga ini sudah turun 6,4 persen sejak tiga minggu lalu.
Baca: Ludahi & Buat Perawat Menangis, Pasien Diduga Virus Corona: Jika Aku Mati, Kalian Mati Bersamaku
Baca: Epidemi Virus Corona, 5 Juta Penduduk Meninggalkan Kota Wuhan Sebelum Diisolasi
Melansir Reuters Jumat (24/1/2020) harga patokan tembaga di London Metal Exchange (LME) ditutup merosot 2 persen menjadi 5.987 dolar AS per ton, sehingga menempatkan kerugian sepanjang pekan ini menjadi sekitar 4,5 persen.
"Jika angka kematian meningkat dan semakin banyak orang yang tertular virus ini, harga akan turun lebih jauh," kata analis Commerzbank, Daniel Briesemann.