Virus Corona Kagetkan Pasar Global, Harga Minyak Mentah dan Saham Anjlok
Harga minyak mentah dunia anjlok sebagai imbas merebaknya virus Corona ke-12 negara, dalam beberapa hari terakhir.
Editor: Dewi Agustina
Analis dari Maxim Group, Jason McCarthy, mengatakan penunjukan Inovio untuk membuat vaksin corona karena perusahaan itu sebelumnya sukses mengembangkan vaksin MERS dan Zika.
Saham Inovio telah naik signifikan hingga 67 persen dalam tiga bulan terakhir, namun masih turun 23 persen selama 12 bulan terakhir.
Saham Merosot
Bursa saham mayoritas terkoreksi pada perdagangan Jumat (24/1/2020) karena jumlah kasus virus corona di China daratan.
Pasar utama di seluruh wilayah seperti Cina dan Korea Selatan ditutup pada hari Jumat menjelang Tahun Baru Imlek yang dimulai pada hari Sabtu.
"Ketika orang-orang Cina di seluruh dunia menyambut 'Tahun Tikus', kekhawatiran penularan virus corona telah menyebabkan pasar domestik China dan global secara umum menjadi gelisah," kata Venkateswaran Lavanya, seorang ekonom di Mizuho Bank, Jumat (24/1/2020).
Indeks Hang Seng di Hong Kong turun 0,42 persen pada awal perdagangan. Demikian pula dengan indeks Nikkei 225 di Jepang jatuh turun 0,12 persen dan indeks Topix juga turun 0,19 persen.
Sementara itu, bursa saham di Australia dimana indeks S&P/ ASX 200 naik sekitar 0,3 persen.
Pasar saham bereaksi atas dampak penyebaran corona virus pada perekonomian global pada penutup perdagangan Wall Street akhir pekan ini, Jumat (24/1/2020).
Bursa saham Amerika ini mencatatkan penutupan di posisi melemah dengan kinerja indeks S&P 500 di posisi terburuk dalam waktu enam bulan terakhir.
Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,58 persen atau 170,36 poin menjadi 28.989,73, S&P 500 terkoreksi 30,09 poin atau 0,90 persen, ke 3.295,45 dan Nasdaq Composite berkurang 87,57 poin atau 0,93% menjadi 9.314,91.
Menurut Reuters, S&P 500 mengalami pekan terburuk sejak Agustus 2019 dan Nasdaq juga mengalami pekan terburuknya dalam enam minggu terakhir.
Ketiga indeks ini jatuh setelah Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mengonfirmasi kasus kedua virus asal China ini di Amerika, kali ini di Chicago.
Pelaku pasar mencermati perkembangan virus ini setelah World Health Organization (WHO) menyebut korona sebagai 'kondisi darurat China' yang telah menewaskan 26 orang dan dan menginfeksi lebih dari 800 orang pada malam liburan Tahun Baru Imlek.
"Pasar membenci ketidakpastian dan virus sudah cukup untuk menyuntikkan ketidakpastian di pasar," kata David Carter, kepala investasi di Lenox Wealth Advisors, dikutip dari Reuters, Sabtu.
Pasar Global Kaget
Pasar finansial global dikejutkan dengan penyebaran virus Corona, virus yang merupakan keluarga besar virus yang biasanya menginfeksi hewan, namun lambat laun dapat berevolusi dan menyebar ke manusia.
Gejala pertama yang akan terlihat pada manusia yang terinfeksi virus tersebut yaitu demam, batuk dan sesak napas, yang dapat berkembang menjadi pneumonia.
Melansir CNBC International, Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit (Center for Desease and Prevention/CDC) AS mengonfirmasi sudah dua kasus virus corona yang ada di AS, dan masih mengawasi 63 kasus di 22 negara bagian.
Kanada juga telah melaporkan dugaan warganya yang terjangkit virus corona, yang sebelumnya sempat berkunjung ke Wuhan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menjadikan penyebaran virus corona sebagai darurat internasional.
Organisasi di bawah naungan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) itu menilai masih terlalu awal untuk melakukan itu.
"Agak terlalu dini untuk menganggap ini sebagai darurat internasional. Jangan salah, ini adalah kondisi darurat di China tetapi belum di level internasional," kata Didier Houssin, Ketua Panel Komite Darurat WHO, diberitakan Reuters.
Meski demikian, Peter Piot, Profesor di London School od Hygiene and Tropical Medicine, menilai penyebaran virus corona sudah memasuki fase kritis.
"Walau belum ada ketentuan dari WHO, dunia harus menekan bahkan menghentikan penyebaran virus ini. pemerintah dan WHO perlu terus memantau perkembangannya dengan seksama," katnya dikutip CNBC Indonesia dari Reuters.
Namun demikian dua analis lainnya menyebut adanya virus ini menjadi alasan pasar untuk melakukan aksi ambil untung mengingat harganya yang sudah dinilai mahal saat ini.
"Virus ini sebenarnya lebih merupakan alasan untuk mengambil keuntungan saat ini," kata Sam Stovall, kepala strategi investasi CFRA Research. (Kompas.com/kontan.co.id)