Virus Corona Berpotensi Rugikan Industri Pariwisata Indonesia Rp 38 Triliun
Angka potensi rugi tersebut mengacu pada rata-rata penerimaan devisa negara dari kunjungan wisatawan asal China selama setahun.
Penulis: Ria anatasia
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio menyebutkan sektor pariwisata Indonesia berpotensi merugi akibat penyebaran virus corona hingga mencapai USD 2,8 miliar atau Rp 38,2 triliun.
Angka potensi rugi tersebut mengacu pada rata-rata penerimaan devisa negara dari kunjungan wisatawan asal China selama setahun.
Seperti diketahui, akibat meluasnya virus corona, Pemerintah RI menghentikan sementara penerbangan dari dan ke China sejak 5 Februari lalu.
"Kalau average setahun dari Tiongkok saja dengan jumlah 2 juta wisatawan, kan sudah USD2,8 miliar kira-kira kerugiannya," kata Wishnutama usai rapat bersama Menhub Budi Karya Sumadi dan stakeholder penerbangan di kantornya, Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Baca: Abu Bergulung-gulung Naik dari Puncak Merapi, Warga Pakem Sleman Tidak Kaget
Dia melanjutkan, dampak buruk virus corona pada pariwisata sudah terasa sejak Februari 2020.
Dia mengatakan, periode tersebut sering dimanfaatkan wisatawan untuk memesan tiket persiapan liburan musim panas.
Baca: Ahmad Michdan: Tak Tepat Jika Pemerintah Jokowi Tolak Pulangkan WNI Eks ISIS
"Februari-Maret ini booking period, lagi happening-nya orang musim panas. Ini juga akan berdampak. Katakanlah April selesai, dampaknya tetap berimbas ke summer holiday," kata Wishnutama.
"Jadi orang booking tiket kan tidak dia booking besoknya berangkat, dia jauh hari mau cari tiket murah dan sebagainya. Jadi ini ngukurnya tidak sesederhana kalau semua sudah selesai atau jelas," lanjutnya.
Dia menambahkan, potensi kerugian tersebut juga mempertimbangkan efek samping dari virus corona hingga penurunan tren jumlah wisatawan secara umum.
Hal itu membuat pihaknya sulit memprediksi kinerja pariwisata untuk tahun ini.
"Untuk hub juga selain di Singapura, dari China juga ada kecenderungan sepi sekarang ini karena ada coronavirus. Segala sesuatu jadi berbeda tidak normal lagi keadaannya. Jadi kita menghitungnya harus betul-betul lebih kompleks. Kita baru tahu kalau selesainya kapan," kata dia.