Sektor Properti Terpuruk karena Pandemi Covid-19, Ini Permintaan REI
Bisa dikatakan, pukulan terhadap bisnis dan industri properti tentunya akan berdampak besar juga terhadap ekonomi Nasional.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengungkapkan, kondisi industri properti saat ini semakin terpuruk akibat meluasnya pandemi Covid-19.
Hampir dapat dipastikan seluruh bidang usaha real estat mengalami kerugian, padahal kontribusinya sangat besar terhadap perekonomian Nasional.
Totok menyebutkan bahwa sektor real estat mencakup 13 bidang usaha, dan berkaitan dengan 174 industri turunan serta menaungi 20 juta tenaga kerja yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Baca: Seminggu Penyekatan di Jateng, 1.759 Pemudik Diminta Putar Balik
Baca: Aurel Ngebet Ingin Nikah Muda, Anang Tanya Gus Miftah, Jawabannya Bikin Suami Ashanty Tersadar
Baca: Kebijakan Datangkan TKA, Komisi II DPR: Langkah Mundur Melawan Covid-19
Bisa dikatakan, pukulan terhadap bisnis dan industri properti tentunya akan berdampak besar juga terhadap ekonomi Nasional.
“Dibutuhkan relaksasi kebijakan yang lebih luas lagi, sehingga dunia usaha mampu bertahan pada masa-masa sulit ini dan tetap bisa memutar roda usaha serta meminimalisasi terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri properti,” tutur Totok dalam keterangan resminya yang diterima Kompas.com, Jumat (1/5/2020).
Oleh karena itu, REI mengajukan beberapa usulan sebagai upaya untuk menyelamatkan industri properti dan perekonomian nasional.
Pertama, REI meminta adanya restrukturisasi kredit tanpa mengurangi peringkat kolektabilitas.
Menurut Totok, kelangsungan bisnis real estat saat ini sangat bergantung pada kebijakan perbankan.
Penghapusan bunga kredit selama enam bulan atau dilakukan penangguhan pembayaran bunga dan angsuran pokok selama 12 bulan akan sangat membantu para pelaku bisnis dan industri properti.
Kedua, REI meminta pembukaan pencadangan dana atau sinking fund. Cadangan dana tidak harus dipenuhi pada setiap bulan selama masa Covid-19.
Tak hanya itu, REI juga meminta agar Bank tidak membekukan rekening deposito milik debitur.
Hal ini diharapkan dapat memudahkan debitur untuk menjalankan usaha dan memenuhi kewajiban kepada karyawan, serta biaya retensi dapat dicairkan.
“Tetapi kebijakan ini harus diikuti dengan instruksi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga seluruh perbankan mengikuti dan mematuhinya,” lanjut Totok.
Ketiga, stimulasi aspek perpajakan dengan menghapus Pajak PPH 21, percepatan pengurangan pajak PPH badan, serta menurunkan PPH final dari 2,5 persen menjadi 1 persen.
REI berharap pemerintah dapat menerapkan PPH final tersebut berdasarkan nilai aktual transaksi bukan berdasarkan NIlai Jumlah Objek Pajak (NJOP).
Kemudian, untuk pajak daerah REI meminta Pemerintah menghapus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), penghapusan atau diskon PBB serta tidak adanya penerapan kenaikan NJOP.
Keempat, penurunan tarif beban puncak dan penghapusan beban biaya minimal bulanan PLN dan PDAM untuk hotel, mal, dan perkantoran.
“Terakhir, REI mengusulkan kepada Pemerintah menunda penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 dan 72 yang dimaksudkan supaya perusahaan real estat dapat berkonsentrasi pada kesehatan perusahaan dan proyek masing-masing,” tuntas Totok.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sektor Properti Merosot, REI Minta Pemerintah Relaksasi Lima Hal"