Defisit Bisa 5 Persen, Pemerintah Butuh Pembiayaan Utang Baru
asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 terkait defisit anggaran dipastikan melebar
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 terkait defisit anggaran dipastikan melebar.
Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah tetap memakai skenario awal bahwa defisit APBN akan naik menjadi 5,07 persen dari asumsi awal 1,76 persen.
"Defisit pasti akan lebih besar dari yang tadinya didesain dalam APBN 2020 sebesar 1,76 persen dari GDP. Saat ini kita masih menggunakan base line pembiayaan adalah untuk mendanai defisit di 5,07 persen," ujarnya saat teleconference di Jakarta, Jumat (8/5/2020).
Sementara secara rinci, pembiayaan utang baru untuk defisit 5,07 persen tersebut diperkirakan menjadi Rp 852,9 triliun, ditambah pembiayaan investasi Rp 153, 5 triliun.
"Sehingga pembiayaan utang neto adalah akan mencapai Rp 1006,4 triliun. Kalau ditambah dengan utang yang jatuh tempo pada tahun ini maka pembiayaan secara utuh akan mencapai Rp 1.439 triliun," kata Sri Mulyani.
Eks direktur pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, penggunaan tambahan pembiayaan termasuk untuk program pemulihan nasional ekonomi nasional.
"Ini yang sudah diatur didalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020 pasal 11 dan juga ada didalam Perpres 54. Untuk pendanaan ini akan dilakukan penerbitan SBN yang dalam hal ini tidak dilakukan secara khusus untuk Covid-19," pungkasnya.