Otto Hasibuan: KSP Indosurya Seharusnya Berstatus Pailit, Bukan PKPU
Otto Hasibuan mengaku heran dan tidak masuk akal dengan status PKPU KSP Indosurya ini, mengingat kewajiban utangnya yang jumbo.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta terus bergulir. Kini, KSP Indosurya yang berstatus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sedang berupaya mengajukan perdamaian melalui restrukturisasi utangnya diperkirakan capai Rp 10 triliun.
Otto Hasibuan, salah satu kuasa hukum dari kreditur Aliansi Korban KSP Indosurya mengaku heran dan tidak masuk akal dengan status PKPU KSP Indosurya ini, mengingat kewajiban utangnya yang jumbo.
“Bagaimana bisa perusahaan yang sudah tidak beroperasi diberikan kesempatan untuk menunda dan menjadwalkan pembayaran utangnya."
"Kalau perusahaannya sudah mati atau berhenti beroperasi, bagaimana bisa perusahaan tersebut membayar?,” katanya, Sabtu (9/5/2020).
Baca: Sriwijaya Air Kembali Terbang Mulai 13 Mei 2020, Khusus Rute Domestik
Selanjutnya, Otto mengatakan seharusnya upaya hukum yang di tempuh adalah permohonan kepailitan. Pasalnya melalui kepailitan seluruh harta debitur (Indosurya) menjadi sita umum.
Baca: Menlu Retno: Pemerintah China Investigasi Kasus Kapal Ikan yang Pekerjakan ABK WNI
“Sedangkan PKPU seluruh harta masih dalam penguasaan debitur sehingga rentan untuk di permainkan oleh debitur."
"Satu-satunya kemungkinan apabila PKPU ini dilanjutkan, debitur harus membayarkan sebagian di depan terlebih dahulu dan sisanya baru dicicil,” jelasnya.
Baca: Luhut: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tertinggi Ketiga se-Asia
Di sisi lain, proses pidana di kepolisian sedang berjalan. Otto mengharapkan kepolisian juga dapat segera menyita seluruh aset milik debitur.
“Apabila PKPU berujung perdamaian maka ada potensi perdamaian tersebut dijadikan alasan oleh debitur (Indosurya) untuk mengajukan permohonan Penghentian penyidikan, sehingga kreditur akan kehilangam segala-galanya,” papar Otto.
Baca: Pabrik Hino Stop Produksi Sementara Hingga 5 Juni 2020
Selanjutnya, Otto meminta pemerintah khususnya menteri koperasi dan kapolri untuk segera menyusut secara tuntas kasus ini dan Menangkap para pelaku kejahatan apabila ada bukti.
Berdasarkan penetapan hakim pengawas Nomor: 66/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jakarta Pusat menyebutkan, proses PKPU ini dibagi dalam enam tahap mulai dari rapat kreditur pertama pada 8 Mei 2020 dan batas akhir pengajuan tagihan pada 15 Mei 2020.
Dilanjutkan rapat pencocokan piutang pada 20 Mei 2020. Sementara rapat pembahasan rencana perdamaian tanggal 29 Mei 2020 kemudian rapat pemungutan suara (voting) rencana perdamaian pada 5 Juni 2020 sedangkan sidang permusyawaratan majelis hakim pada 12 Juni 2020.
Laporan Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto