Pandemi Covid-19 Diprediksi akan Mengubah Pola Bisnis Industri Hulu Migas
Pandemi covid 19 dinilai akan mengubah pola bisnis industri hulu minyak dan gas (migas) ke depan.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi covid 19 dinilai akan mengubah pola bisnis industri hulu minyak dan gas (migas) ke depan.
Menurut Benny Lubiantara, Deputi Kajian dan Opini Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), dampak yang langsung terlihat adalah turunnya permintaan minyak global secara signifikan yang berakibat harga minyak turun drastis.
Di sisi lain, menurutnya, semua tangki penampung yang tersebar di dunia dalam posisi penuh.
“IATMI mendorong dan siap mendukung pemerintah dan pelaku industri hulu melakukan langkah cepat yang diperlukan untuk mengantisipasi persaingan di era yang sama sekaliberbeda,” ujar Benny.
Baca: BPH Migas: BBM Tidak Laku, Penjualan di DKI Jakarta Merosot 50 Persen
Ia menuturkan pada tahun 2015 dan 2016, harga minyak juga mengalami penurunan cukup tajam karena kelebihan pasokan akibat munculnya produsen baru US shale oil.
Baca: Di Tengah Pandemi Covid-19, Bea Cukai Riau Berikan Fasilitas Fiskal Migas dan Panas Bumi Via Online
Namun, kondisi tahun 2020 ini jauh lebih kompleks, karena kombinasi mendadak hilangnya permintaan yang siginifikan akibat pandemi Covid-19 dan produksi minyak global yang masih berlimpah.
“Industri hulu migas Indonesia bagian dari industri migas global tentu terdampak langsung dengan kondisi ini. Sebelumnya, ketika harga minyak turun drastis, SKK Migas, KKKS bersama dengan industri penunjang melakukan berbagai upaya efisiensi biaya yang cukup berhasil," ujarnya.
Baca: Industri Hilir Migas Juga Perlu Insentif Agar Tak Limbung
Pada kondisi Covid-19 ini, IATMI melihat perlunya kembali didorong upaya-upaya ekstra dari semua pemangku kepentingan agar industri hulu migas tetap dapat survive beroperasi."
Dengan kondisi tersebut, lanjut Benny, IATMI merekomendasikan beberapa kebijakan, strategi dan upaya yang perlu dilakukan dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
“Dalam jangka pendek ini, IATMI mendorong agar Pertamina, sebagai BUMN Migas milik negara yang memiliki 36 persen kontribusi produksi nasional, terus berkomitmen untuk tetap menjaga keberlangsungan industri hulu migas nasional dengan mempertahankan produksi di level yang aman dengan biaya operasi yang efisien."
Menurutnya, harga minyak rendah memang menurunkan margin keuntungan perusahaan sektor hulu migas, namun mempertahankan kegiatan operasional hulu migas agar tetap berjalan merupakan upaya menjamin tetap berlangsungnya efek berganda (multiplier effects) pada keseluruhan bisnis proses migas bagi perekonomian nasional.
Selanjutnya dalam jangka menengah dan jangka panjang, IATMI menilai bahwa era Covid-19 ini harus dijadikan momentum bagi pemangku kepentingan di sektor hulu migas untuk lebih investor friendly, memangkas proses perizinan, koordinasi dan birokrasi yang selama ini berdampak terhadap ekonomi biaya tinggi.
Perlunya meningkatkan daya saing investasi sektor hulu migas di tanah air menjadi semakin mendesak.
“Saat ini semua negara-negara produsen minyak sedang menyiapkan skema/model bisnis migas baru dalam rangkamemperbaiki daya saing negara tersebut,” kata Benny.
Perusahaan BBM swasta dan penurunan harga minyak