Begini Awal Mula Polemik BPK Vs Menkeu Sri Mulyani soal Dana Bagi Hasil untuk Pemprov DKI
Masalah tersedatnya dana dari pemerintah pusat untuk pemda ini merembet ke Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK).
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersendatnya penyaluran sisa Dana Bagi Hasil ( DBH) dari Kementerian Keuangan ( Kemenkeu) ke Pemprov DKI Jakarta jadi polemik.
Masalah tersedatnya dana dari pemerintah pusat untuk pemda ini merembet ke Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK).
Polemik ini bermula saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menangih pencairan kurang bayar DBH ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indawati.
Baca: Belum Bebas Wabah, China Lockdown Satu Kota setelah Mendeteksi 13 Infeksi Lokal
Baca: Terlibat Pembunuhan Siswa SMP, Remaja 17 Tahun Dituntut Penjara 9 Tahun
Pemprov DKI membutuhkan banyak dana untuk alokasi yang sifatnya mendesak, khususnya terkait penanganan virus corona ( Covid-19) di ibu kota.
Belakangan, Kemenkeu enggan mencairkan sisa DBH ke Pemprov DKI Jakarta dengan alasan masih menunggu hasil pemeriksaan atau audit BPK.
Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah pusat sudah menyalurkan kurang bayar dana bagi hasil sebesar Rp 2,6 triliun kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun sisanya baru bisa dicairkan setelah audit BPK rampung.
“Sisanya kami akan segera, begitu kami sudah menyelesaikan laporan keuangan pemerintah pusat,” kata Sri Mulyani, Jumat (8/5/2020).
Baca: Anies Terbitkan Sanksi bagi Pelanggar PSBB, Resto yang Layani Makan di Tempat Kena Denda Rp 10 Juta
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini merinci, pembayaran kurang bayar dana bagi hasil itu terdiri dari sisa kurang bayar pada tahun 2018 sebesar Rp 19,35 miliar dan tahun 2019 sebesar Rp 2,58 triliun dari total kurang bayar kepada Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 5,16 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah mengalokasikan kurang bayar dana bagi hasil tahun 2019 yang belum diaudit sebesar Rp 14,7 triliun yang sudah ditetapkan dalam PMK Nomor 36/PMK.07 tahun 2020.
Dari jumlah itu, per April 2020 sudah disalurkan sebesar Rp 3,85 triliun untuk lima provinsi termasuk DKI Jakarta dan 113 kabupaten/kota.
Bantahan BPK
Belakangan, BPK buka suara terkait pernyataan Sri Mulyani yang menunggu audit BPK untuk pembayaran DBH ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna menegaskan, tidak ada kaitannya antara pemeriksaan BPK dengan pembayaran DBH. Menurutnya, tidak relevan menggunakan pemeriksaan BPK sebagai dasar untuk membayar DBH.
"Tidak ada hubungannya. Saya sudah jelaskan kemarin tidak ada hubungan antara kewajiban pembayaran Kemenkeu kepada Provinsi DKI atau Pemerintah Daerah manapun terkait kurang bayar DBH dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK. Tidak ada hubungannya," tugas Agung, Senin (11/5/2020).
Agung menjelaskan, audit yang dilakukan oleh BPK terhadap laporan keuangan yang diserahkan Kemenkeu merupakan pemeriksaan.