Begini Awal Mula Polemik BPK Vs Menkeu Sri Mulyani soal Dana Bagi Hasil untuk Pemprov DKI
Masalah tersedatnya dana dari pemerintah pusat untuk pemda ini merembet ke Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK).
Editor: Sanusi
Sedangkan yang dilakukan oleh Kemenkeu merupakan pengelolaan uang negara.
Dia bilang, tidak ada ketentuan Undang-Undang Dasar maupun UU terkait pemeriksaan/keuangan negara/perbendaharaan negara yang mengatur pembayaran kewajiban DBH menunggu hasil audit BPK.
Pihaknya pun telah menyurati Kemenkeu terkait DBH kurang bayar hasil tahun anggaran 2019 pada tanggal 28 April 2020 lalu.
"Silakan Kementerian Keuangan untuk membuat keputusan masalah bayar atau tidak bayar di tangan Kemenkeu, tidak perlu dihubungkan dengan pemeriksaan (audit) BPK," pungkas Agung.
BPK bahkan sempat melayangkan surat ke Sri Mulyani terkait pembayaran DBH ke Pemprov DKI Jakarta. Lembaga audit negara ini menegaskan, penggunaan penyelesaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas LKPP 2019 sebagai alat ukur untuk melakukan pembayaran tidak relevan dalam konstruksi pelaksanaan APBN secara keseluruhan.
Menurut BPK, Kemenkeu sebenarnya dapat menggunakan realisasi penerimaan pada LKPP 2019 unaudited (belum diaudit) sebagai dasar perhitungan alokasi pembayaran DBH dengan tetap mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pembelaan Stafsus Sri Mulyani
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo ikut buka suara soal tunggakan DBH pemerintah pusat ke Pemprov DKI Jakarta yang rencananya diperuntukkan untuk bantuan sosial (bansos).
Seperti dikutip dalam twitternya, Yustinus sangat menyayangkan bila Pemerintah DKI Jakarta mengklaim Pemerintah Pusat terlambat membayar DBH DKI Jakarta yang sebesar Rp 5,1 triliun.
Faktanya, Pemerintah pusat masih menunggu audit dari BPK untuk realisasi DBH tahun 2019. Pasalnya, realisasi penerimaan baru terlihat setelah berakhir tahun buku sehingga angkanya lebih akuntabel.
Di sisi lain daerah membutuhkan uang untuk penyelenggaraan pelayanan publik dan segala kebutuhannya. Akhirnya Pemerintah Pusat mengambil solusi untuk membuat prognosa penerimaan objek DBH lalu disalurkan secara triwulanan. Meski, angka realisasi pasti belum diketahui.
"Ketika audit BPK selesai, maka dihitung ulang sesuai realisasi dan dibayarkan ke daerah. Ada potensi kurang atau lebih bayar sesuai audit BPK, maka biasanya kalau ada kekurangan dari tahun-tahun sebelumnya sekalian dibayarkan ke daerah," kata Yustinus.
Yustinus menjelaskan, kurang bayar DBH untuk tahun buku 2019 biasanya diketahui pada 2020, sekitar bulan Agustus sampai November.
Jadi, hasil audit DBH DKI Jakarta tahun 2019 baru selesai di tahun 2020. DKI punya hak atas kurang bayar DBH 2019 sebesar Rp 5,1 triliun. Jika ada kurang bayar di tahun 2019, maka dibayarkan di tahun 2020 begitupun seterusnya. Namun audit BPK untuk tahun 2019 belum selesai.