Eksekusi Kebijakan Pemulihan Ekonomi yang Lebih Cepat Akan Jadi Kado Lebaran Buat Pengusaha
Jika pengusaha UMKM sudah mulai rontok duluan, untuk menghidupkannya lagi tentunya tidaklah mudah.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah Perppu Nomor 1 Tahun 2020 mendapat persetujuan DPR RI pada12 Mei 2020, pemerintah kemudian menerbitkan PP Nomor 23 tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Pasar mereaksi kebijakan tersebut dengan sentimen relatif positif ditandai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergerak stabil di kisaran 4.500 dan sesekali menyentuh 4.600.
Rupiah stabil di kisaran Rp 14.700 dibandingkan US dollar. Hal itu dinilai karena pasar melihat bahwa pemerintah mempunyai ruang kewenangan yang leluasa untuk mendesain skema pemulihan ekonomi dengan independen, selama tiga tahun ke depan.
Ketua Kompartemen Investasi UKM Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Ahmad Adisuryo mengatakan, program PEN didesain oleh pemerintah sebesar 641 triliun.
Baca: Penumpang Penerbangan Domestik Tujuan Bandara Soetta Kini Wajib Miliki SIKM
Dengan acuan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar 16.000 triliun, dana program ini hanya sekitar 4 persen, angka rasio yang relatif kecil, dibandingkan anggaran negara lain untuk bisa keluar dari pandemi Covid-19.
Baca: Anies Minta untuk Sementara Waktu Jangan ke Jakarta Dulu
"Dana program PEN akan banyak dialirkan untuk menggerakkan mesin-mesin perekonomian yang diharapkan oleh pemerintah, bisa menjadi daya ungkit ekonomi secara masif," ujarnya.
Mesin yang dimaksud berada di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan di sektor usaha kecil dan menengah (UKM).
Baca: Seperti Main Tebak-tebakan, Kebijakan Jokowi Soal Corona Dinilai Tidak Jelas
"BUMN mendapat alokasi hampir 150 triliun, sebagai bagian penguatan struktur modal dan penguatan peran BUMN sebagai lokomotif penggerak perekonomian," ujarnya seperti keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (26/5/20202).
Dana UKM, lanjutnya, akan mendapat penjaminan kredit dari pemerintah, sehingga dana kredit bisa mengalir untuk menjaga likuiditas para pelaku usaha sektor UKM yang memberikan kontribusi kepada PDB sekitar 60 persen pada 2019 kemarin.
Baca: Jokowi Tinjau Bekasi, Pemberlakuan New Normal Akan Libatkan TNI-Polri
Dengan alokasi anggaran dari pemerintah ini, confident level pasar cenderung naik dan sangat positif untuk pergerakan ekonomi ke depannya.
"Selanjutnya, ketika pemerintah sudah mulai membuat kelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB), ekonomi akan mulai rebound pada semester 2 dan secara kumulatif pertumbuhan ekonomi di akhir 2020 masih bisa positif. Bahkan IHSG bisa menguat ke angka 5.000," ucapnya.
Pengusaha yang akrab disapa Opid itu menjelaskan, dengan konsistensi pemerintah menerjemahkan gagasan Presiden tentang transformasi ekonomi, maka size ekonomi Indonesia akan terus membesar, ditambah indikator positif di sisi demand yang luar biasa, jumlah penduduk mencapai 270 juta orang dan bonus demografi yang positif.
Terakhir, yang menjadi PR pemerintah adalah menjawab keraguan pasar di level teknis, karena pelaksanaan program di level teknis, rentan dengan inkonsistensi dan potensi free riders yang membelokkan arah kebijakan.
"Tentang bagaimana distribusi alokasi kebijakan, konsep bank jangkar, literasi keuangan UKM yang masih sangat rendah, kriteria BUMN yang layak mendapat alokasi Penyertaan Modal Negara (PMN), adalah beberapa detail yang memerlukan jawaban penyelesaian yang presisi," ujarnya.
"Dengan detail teknis tersebut, pasar cukup mempunyai keyakinan upaya pemerintah mengoptimalkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 ini akan menjadi penopang utama ekonomi pasca pandemi Covid-19," ungkapnya.
Sementara itu, Opid menyampaikan, kebijakan pemerintah yang dinilai sudah tepat dan baik itu tidak ada gunanya apabila tidak diimbangi oleh eksekusi yang bagus yakni kecepatan dan ketepatan. Cashflow runway dari UMKM rata-rata aman untuk 1-2 bulan, sedangkan untuk pengusaha menengah 3-6 bulan.
"Saat ini sudah hampir 2,5 bulan dari pertama diumumkannya kasus pandemi Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020 lalu, kebijakan yang sedemikian prudent dengan prinsip kehati-hatian yang baik sudah dibuat namun di level eksekusi dana pada program PEN yang nilainya ratusan triliun rupiah itu masih belum dirasakan sama sekali oleh kalangan pengusaha," tuturnya.
Ia menduga, turunan dari kebijakan ekonomi di atas pada level eksekusi masih belum clear pelaksanaannya. Dapat dipahami bahwa pemerintah melalui Kementerian Keuangan masih memiliki trauma mendalam pasca kasus BLBI dan Century sehingga meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk turut mengawasi.
"Sedangkan hal ini tidak ada dalam tupoksi OJK sebagai lembaga pengawas. Hal ini bisa menghambat sampainya bantuan pemerintah kepada pengusaha yang sudah mulai rontok duluan," pungkasnya.
Jika pengusaha UMKM sudah mulai rontok duluan, kata Opid, untuk menghidupkannya lagi tentunya tidaklah mudah.
Pihaknya berharap, pemerintah saat ini memprioritaskan kecepatan Eksekusi. Adapun kondisi saat ini tentunya tidak bisa disamakan dengan kondisi BLBI yang bantuan pada waktu itu hanya sampai pada segelintir konglomerasi.
"Fokus bantuan saat ini ke UMKM yang jumlahnya massive akan lebih tepat sasaran. Begitu pula dengan penyertaan modal ataupun talangan modal kerja ke BUMN yang GCG-nya jelas dan tidak akan mengemplang seperti pada 1998," imbuhnya.
Pihaknya mendesak agar pemerintah segera merealisasikan kebijakan ini ke BUMN sebagai motor penggerak ekonomi nasional, baik yang sifatnya pembayaran kompensasi 90,42 triliun.
Dengan rincian 45.42 triliun kepada PLN dan 45 triliun untuk pertamina maupun penyertaan modal ke sejumlah BUMN sebesar 25,27 triliun, serta talangan modal kerja sebesar 19,65 triliun. "Ribuan UMKM yang bergantung hidup pada BUMN-BUMN saat ini mengalami ketidakpastian pembayaran."
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.