OJK Warning Pemerintah: Hati-hati Kelola Tapera, Jangan Tergelincir Seperti Skandal Jiwasraya. . .
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperingatkan Pemerintah agar hati-hati menjalankan tata kelola program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Editor: Choirul Arifin
Wakil Sekretaris Jenderal Demokrat itu melihat pemerintah sedang kehilangan
arah dalam menangani persoalan ekonomi, hingga akhirnya mengorbankan masyarakat dengan mengeluarkan berbagai kebijakan.
Baca: Aksi Bejat Sopir Truk Cabuli Anak SMA Terbongkar, Sempat Digelandang ke Balai Desa Diadili Warga
"Kewajiban menghadirkan rumah layak huni sudah ada dalam UUD 1945 Pasal 28A ayat 1, setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir, dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat," ujar Irwan.
"Jadi program untuk kepentingan rakyat itu jangan mengambil uang rakyat. Apapun itu namanya, tabungan, janganlah. Pemerintah jangan tambah beban dan mengambil hasil keringat rakyat untuk selamatkan ekonomi," sambungnya.
Legislator asal Kalimantan Timur itu pun menyebut kebijakan pemerintah saat
ini lebih condong membela dunia usaha dan menekan rakyat, dengan menaikan
iuran BPJS Kesehatan, listrik, dan sekarang potong gaji untuk Tapera.
"Mungkin pemerintah lagi linglung dengan situasi ekonomi begini, tapi jangan
di tengah kelinglungannya masyarakat justru dibebankan, tetapi para pengusaha
dimudahkan, dilonggarkan," papar Irwan.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
PP tersebut mengatur pemotongan gaji 3 persen bagi PNS, pegawai BUMN, BUMD, TNI/Polri dan pekerja swasta untuk Tapera.
Nantinya, pekerja dipotong 2,5 persen dan sisanya 0,5 persen ditanggung pemberi kerja.
Timbulkan Tanda Tanya
Hal yang sama disampaikan anggota DPR dari Komisi V, Sigit Susiantomo. Menurutnya, terbitnya PP Tapera di Tengah pandemi menimbulkan pertanyaan apakah pemerintah mengumpulkan pendanaan dari masyarakat di tengah kondisi keuangan negara yang susah.
"Karena PP ini lahir di saat pemerintah butuh uang, dengan potensi Tapera yang
mencapai Rp 300 triliun (menurut PUPR) dikhawatirkan masyarakat menjadi
terbebani di saat pandemi," ujar Sigit.
Dampaknya, masyarakat bisa antipati dengan kebijakan ini mengingat kasus Jiwasraya-Asabri dan terakhir kisruh BPJS," lanjut Sigit. (fitri/seno/chaerul/tribunnetwork/cep)