Soal Restrukturisasi, Begini Penjelasan Dirut Pertamina
Pertamina saat ini bisnisnya bergerak dari hulu ke hilir, pengembangan petrokimia sampai dengan pengembangan electric vehicle
Editor: Sanusi
"Kami akan menjalankan roadmap bio energy, produk D100, B30, B40, dan B50 sudah sejak 2014 ujicoba, setelah menjadikan sawit bahan bakar, Pertamina juga akan mengembangkan Green Avtur kemudian baru masuk produksi gasoline," terangnya.
Tak berhenti di sana, Nicke mengatakan bahwa Indonesia memiliki cadangan berlimpah mengembangkan coal gasifikasi menjadi Dimethyl Ether (DME). "DME akan jadi subtituasi impor, Pertamina akan berusaha membantu mengurangi defisit neraca perdaganagn," ujar dia.
Dengan tuntutan bisnis saat ini, Nicke mengatakan bahwa Pertamina juga memiliki peran sebagai BUMN yang mesti mengacu pada UU BUMN dan UU Energi, maka Pertamina menerjemahkan bisnis Pertamina itu bukan hanya mengejar keuntungan semata.
Tugas Pertamina selain berbisnis adalah menjadi motor bagi pertumbuhan ekonomi nasional, melayani kebutuhan publik, masuk ke bisnis baru yang tidak fisibel atau tidak ekonomis jika digarap oleh swasta, contohnya pengembangan bio energy yang keekonomiannya masih dipertanyakan.
Maka, Pertamina mesti menjadi pelopor dari pengembangan energi berbasis kelapa sawit, lalu juga Pertamina mesti mengembangkan atau membina UMKM.
"Jadi melihat global megatren yang ada, lalu kami melakukan banchmark, maka kita melakukan startegic plan dengan ketat," ujar dia.
Maka, kata Nicke ketika global mega trend melakukan restrukturisasi bisnis tentu Pertamina perlu melakukan reorganisasi yang sejalan yang sejalan. "Inilah dasar yang kemudian menjadikan sebagai patokan pada saat mendesain organisasi sekarang. Selain itu pemegang saham (pemerintah) mealakukan aspirasi nilai pertamina kedepan untuk menjadi rangking 100 dari 175 saat ini secara valuasi aset," ungkap dia.
Nicke menjabarkan, dari itu semua Pertamina melakukan secara detail restrukturisasi portofolio dengan dibentuk masing-masing Subholding. "Restrukturisasi, ini cara Pertamina menjalankan restruktur bisnisnya untuk jangka panjang. Tentu organisasi ini juga dengan membandingkan dengan NOC lain," urai dia.
"Ini adalah sebuah best practice yang juga dilakukan Petronas, BP juga melakukan perubahan, PTT Thai juga melakukan, ExxonMobil juga. Ini mereka lakukan untuk beradaptasi untuk menghadapi perubahan yang sangat dinamis di dunia," ungkap Nicke.
Nicke juga menilai restrukturiasi bisnis itu yang diwujudkan dengan pembentukan Subholding juga untuk menjalankan mandat ketahanan energi dan untuk mendapatkan investasi yang besar.
"Transformasi bisnis ini juga diperlukan restrukturisasi dari revisi capex, dari tahun 2020-2026-2030. Kami menetapkan organsiasi yang sesuai dengan tuntutan tadi," kata dia.
Nicke menjelaskan bahwa tren produksi di hulu trennya menurun sehingga Pertamina fokus untuk bagaimana meningkatkan produksi dan candangan migas, saat ini produksi minyak Pertamina baru mencapai 420.000 barel per hari sedangkan pada tahun 2026 harus menjadi 1 juta barel.
"Bagaimana caranya, tentu melakukan akuisisi jika ingin cepat untuk produksi. Kalau kita hitung jika kita tak melakukan penambahan cadangan makan 7 tahun lagi maka cadangan migas Pertamina akan habis. Lalu, tuntutan soal Petrokimia, bahwa saat ini Pertamina dituntut menyediakan produk kelas dunia, dengan EURO 4 dan EURO 5, sedangkan kita baru EURO 2," ujar dia.
Maka dari itu, Nicke mengatakan pihaknya membangun atau memperbaharui kilang dengan program RDMP agar kualitas produk bisa ditingkatkan dari EURO 2 menjadi EURO 4 dan EURO 5. "Lalu ada yang bilang kan minyak akan habis, kenapa bangun kilang? Jangan lupa bangun kilang atau program RDMP itu di empat kilang eksisting akan meningkatkan kualitas produk selain menambah kapasitas produksi," terangnya.