Perpanjangan Masa Insentif Pajak Dinilai Sangat Bermanfaat Buat Wajib Pajak
RSM, kantor akuntan dan konsultan di Indonesia, menyambut positif rancangan APBN 2021
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - RSM, kantor akuntan dan konsultan di Indonesia, menyambut positif rancangan APBN 2021 yang diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Kebijakan insentif pajak perlu dilakukan untuk membantu likuiditas wajib pajak badan maupun perorangan.
“Insentif pajak akan sangat membantu kalangan dunia usaha yang saat ini sedang kesulitan cash flow, sehingga mencegah terjadinya PHK.
Insentif juga bisa diarahkan untuk membantu pendapatan wajib pajak perorangan yang sedang tertekan,” jelas Ichwan Sukardi, Head of Tax RSM Indonesia, di Jakarta, Sabtu (15/8/2020).
Baca: Sebelum Dipindah Tangan, Rumah atau Tanah Warisan Harus Bayar Pajak Terlebih Dahulu
Ichwan Sukardi menambahkan, pemerintah perlu terus memonitor kebijakan penurunan tarif PPh badan, yang untuk tahun 2020 dan 2021 turun dari 25% menjadi 22%, dan diturunkan kembali menjadi 20% untuk tahun 2022 dan seterusnya. Khusus PPh badan perusahaan go public bisa diturunkan lagi sebesar 3% menjadi 19% dan 17%.
Menurut Ichwan, dalam kajian OECD Corporate Tax Statistic Juli 2020, banyak negara terus menurunkan tarif PPh badan. Saat ini rata-rata tarif PPh badan dari 109 negara anggota OECD adalah 20,6% dari tahun 2000 sebesar 28%.
Selain itu terdapat 88 negara OECD yang menurunkan tarif PPh badan.
Jumlah negara yang menerapkan tarif PPh badan 10-20% bertambah dari 7 negara menjadi 28 negara. Selain itu kompetisi penurunan tariff PPh Badan pada Negara-negara ASEAN juga harus dipertimbangkan.
Baca: Pembebasan Denda Pajak Kendaraan Bermotor Diperpanjang, Simak Persyaratannya
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato nota keuangan dan RAPBN 2021. Untuk tahun depan, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5%, dengan ditopang defisit anggaran sebesar 5,5% dari PDB atau sebesar Rp 971,2 triliun.
Defisit ini lebih rendah dibandingkan defisit anggaran di tahun 2020 sekitar 6,34% dari PDB atau sebesar Rp 1.039,2 triliun.
Adapun target penerimaan pajak pada tahun depan ditargetkan sebesar Rp 1.268,5 triliun, yang disumbangkan oleh pajak penghasilan sebesar Rp 699,9 triliun, pajak pertambahan nilai Rp 546,1 triliun.
Beberapa insentif yang akan dilakukan pemerintah pada tahun 2020 adalah PPh 21 ditanggung pemerintah, PPh final UMKM ditanggung pemerintah, pembebasan PPh 22 impor, pengurangan angsuran pajak PPh 25, pengembalian pendahuluan PPN, fasilitas bea masuk, serta pemberian insentif untuk kegiatan vokasi dan litbang.
Pemerintah juga mengalokasikan insentif bagi dunia usaha sebesar Rp 120,6 triliun, di mana sebesar Rp 20,4 triliun berupa pajak ditanggung pemerintah, pembebasan PPh impor, dan pengembalian pendahuluan PPN.