Deflasi Berturut-turut Indikasi Ekonomi Belum Pulih, Rupiah Berpotensi Tertekan
Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, adanya deflasi berturut-turut menjadi tanda kurang baik untuk Indonesia.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, adanya deflasi berturut-turut menjadi tanda kurang baik untuk Indonesia.
Karena itu, dia menyampaikan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi tertekan gara-gara kabar tersebut.
"Data inflasi yang deflasi kemarin bisa menekan rupiah karena deflasi bisa mengindikasikan ekonomi Indonesia belum pulih. Rupiah hari ini diperkirakan di kisaran Rp14.800 hingga Rp 14.900 per dolar AS," ujarnya, Jumat (2/10/2020).
Sementara itu, dolar AS terlihat menguat lagi hari ini menyusul belum tercapainya kesepakatan paket stimulus ke-2 AS antara Demokrat dan Republik.
Baca: Awal Bulan Oktober 2020, Rupiah Ditutup Menguat ke Rp 14.835 per Dolar AS, Naik 0,30 persen
Pagi ini, kata Ariston, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS yang dikuasai Demokrat tetap mengesahkan proposal 2,2 triliun dolar AS yang belum disetujui Republik.
Menurutnya, pasar khawatir negosiasi stimulus di AS akan mengalami kebuntuan lagi karena dua kubu sama-sama bersikeras dengan proposalnya masing-masing.
Baca: Analis Prediksi Rupiah Lanjutkan Penguatan pada Perdagangan Esok
"Padahal stimulus diperlukan untuk membantu pemulihan ekonomi AS di masa pandemi. Hal ini juga bisa mendorong pelemahan rupiah terhadap dollar AS hari ini," pungkasnya.