Pengamat: Likuidasi 14 BUMN Bisa Kurangi Beban Negara
Piter Abdullah menilai langkah Menteri BUMN Erick Thohir melikuidasi 14 perusahaan negara sudah tepat.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Baidowi meminta, Kementerian BUMN memberikan penjelasan kepada DPR dan masyarakat terkait kriteria BUMN yang perlu dibubarkan, digabung, atau dilebur.
“Kriteria itu pun harus menjadi acuan dalam menyikapi kondisi semua BUMN yang ada.” Ungkapnya.
Sekretaris Fraksi PPP DPR RI itu juga berharap adanya pembubaran perusahaan BUMN untuk memperhatikan nasib para karyawan yang bernaung dibawahnya.
“Jika terpaksa harus ada PHK maka seluruh hak karyawan harus bisa dipenuhi sesuai dengan kontrak dan aturan ketenagakerjaan yang berlaku. Kementerian BUMN harus berjuang untuk mengkaryakan para karyawan di unit atau BUMN lainnya yang masih sehat,” imbuh dia.
Likuidasi
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir berencana melikuidasi 14 perusahaan pelat merah.
Nantinya, proses likuidasi tersebut akan melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA.
Adapun saat ini total keseluruhan BUMN sebanyak 108.
“Ke depan akan ada BUMN yang akan dipertahankan dan dikembangkan ada 41 BUMN. Yang dikonsolidasikan atau dimerger ada 34, yang dikelola PPA 19 dan yang akan dilikuidasi melalui PPA ada 14. Ini akan membuat BUMN jadi ramping,” ujar Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga dalam diskusi virtual yang dikutip Kompas.com pada Selasa (29/9/2020).
Arya menambahkan, saat ini Kementerian BUMN tak memiliki hak untuk langsung melakukan likuidasi perusahaan pelat merah.
Namun, nantinya akan ada aturan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara.
“Kita mau perluasan supaya bisa melikuidasi, memerger perusahaan yang masuk dalam kategori dead weight. Yang mana artinya tidak mungkin lagi bisa diapa-apain,” kata Arya, seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel "Erick Thohir Mau Likuidasi 14 BUMN".
Arya mencontohkan, salah satu BUMN yang masuk dalam kategori dead weight yakni PT Merpati Nusantara Airlines.
“Kita tahu seperti Merpati. Sampai hari ini masih hidup, padahal sudah tidak operasional lagi dan banyak perusahaan-perusahaan seperti ini. Ada PT Industri Gelas misalnya, lalu PT Kertas Kraft, itu seperti itu. Kita enggak bisa apa-apa, karena enggak punya kewenangan untuk melikuidasi atau memerger perusahaan,” ungkapnya.