Ekonom: UU Cipta Kerja Bikin Produk Pangan Impor Bebas Masuk Indonesia
Sudah jelas impor pangan semakin mudah masuk Indonesia]. Karena penyediaan pangan di dalam negeri ada 2, produksi dalam negeri satunya lagi impor.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Lidya Yuniartha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menilai, dengan disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja maka impor pangan akan lebih mudah dilakukan.
Hal ini lantaran adanya perubahan beberapa aturan mengenai impor produk pertanian. Misalnya aturan mengenai pasal 1 angka 7 UU nomor 18/2012 tentang Pangan.
Di situ disebutkan bahwa Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya Pangan dari hasil produksi dalam negeri, Cadangan Pangan Nasional, dan Impor Pangan.
"Sudah jelas [impor pangan semakin mudah masuk Indonesia]. Karena penyediaan pangan di dalam negeri ada dua, satu produksi dalam negeri satunya lagi impor.
"Sehingga [impor] tanpa memperhatikan kecukupan pangan yang diproduksi dari negeri," kata Dwi kepada Kontan, Minggu (11/10/2020).
Padahal menurutnya, dengan Undang-Undang tentang Pangan, impor bisa dilakukan dengan catatan produksi di dalam negeri kurang atau tidak memenuhi kebutuhan.
"Kalau sebelumnya kan ada catatannya di Undang-Undangnya. Misalnya kalau kurang maka kekurangan tersebut dipenuhi lewat impor, dalam arti mengutamakan produksi dalam negeri. Kalau sekarang kan tidak," jelasnya.
Baca: Daftar Kepala Daerah, Anggota DPR Hingga Tokoh Masyarakat yang Tolak UU Cipta Kerja
Memang sebelum diubah, pasal 1 angka 7 dalam UU tentang Pangan disebut, ketersediaan pangan adalah kondisi tersedianya Pangan dari hasil produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Baca: Daftar Pasal Kontroversial UU Cipta Kerja yang Memicu Amarah Buruh, Pasal-pasal Ini Paling Dimusuhi
Menurutnya, bila pemerintah memang ingin mencapai ketahanan pangan, maka impor bukanlah hal yang salah.
Namun, Dwi menjelaskan bahwa konsep yang digaungkan Presiden Jokowi terhadap kebijakan pangan adalah kedaulatan pangan.
Bila melihat perubahan aturan ini, maka hal tersebut menurutnya bertentangan dengan konsep kedaulatan pangan.
Lebih lanjut, Dwi mengatakan hal-hal yang berkaitan dengan aturan impor ini pun merupakan konsekuensi Indonesia yang merupakan anggota WTO.
Meski begitu, dia pun berpendapat perubahan aturan ini tidak harus ekstrem. Dia berpendapat, seharusnya aturan yang mengutamakan produksi dalam negeri tak seharusnya diubah.