Memberdayakan Warga Lokal Lewat Wirausaha Tempe, Rintis Peluang Ekspor ke Jepang
Dengan sentuhan inovasi dan kreativitas, tempe yang dikenal sebagai makanan sederhana bisa menjelma menjadi panganan elegan dan modern.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM - Dengan sentuhan inovasi dan kreativitas, tempe yang dikenal sebagai makanan sederhana bisa menjelma menjadi panganan elegan dan modern.
Setidaknya hal itu dibuktikan oleh olahan kedelai hasil inovasi wirausahawan Jawa Barat, Ayep Zaki.
Dengan label tempe a-zaki, Ayep Zaki mengaku berhasil memasarkan tempenya hingga ke Jepang seiring meningkatnya permintaan.
Ayep mengatakan, tempe produksinya dihasilkan oleh kelompok perajin tempe yang bernaung di Forum Komunikasi Doa Bangsa (FKDB).
Tentang sentuhan inovasi yang diberikan pada tempe-tempe produksinya, Ayep Zaki mencontohkan, air yang digunakan untuk mengolah kedelai merupakan air bersih yang bersumber dari PDAM dan air sumur serta tidak menggunakan bahan artifisial.
Demikian pula dengan ruang produksi dan fermentasi yang tertata dengan layout yang baik, memperhatikan suhu dan kelembaban sebagaimana yang dipersyaratkan dalam industri kecil tempe rumahan.
Baca juga: Cara Membuat Tempe Orek Ala Warteg, Begini Tips Agar Tempe Garing Tahan Lama
Sementara, bahan baku, dipilih dari kedelai yang berkualitas tinggi. Dari sisi estetika rumah tempe A Zaki juga sangat memperhatikan kemasan atau packaging sehingga kualitas dan kebersihan hasil produksinya dapat dijamin.
"Di saat pandemi Covid-19 ini, para pekerja kami juga memperhatikan protokoler kesehatan dengan menggunakan masker, sarung tangan, penutup kepala dan menjaga jarak fisik," kata pria yang akrab disapa Aa Zaki ini dalam keterangannya, Senin (9/11/2020).
Baca juga: Pantas Tidak Gampang Keras, ini Rahasia Pedagang Membuat Tempe Goreng yang Renyah
Dia menceritakan, awal mula produksi tempe tersebut. Zaki mengaku tertarik untuk mengumpulkan para UMKM pengrajin tempe dan melakukan pembinaan di bawah naungan FKDB.
"Saya tertarik untuk melakukan pembinaan pada pengrajin tempe karena berawal dari rasa prihatin," katanya.
Keprihatinan itu muncul, setelah mengetahui bagaimana pengrajin tempe harus survive dengan keuntungan yang tak besar.
"Produksi tempe ini hanya membutuhkan modal kecil dan bisa dikelola banyak orang. Padat karya," jelasnya.
Ayep Zaki berkomitmen merangkul para pengrajin, untuk membuat tempe yang higienis tanpa kulit serta tanpa bahan tambahan lain, sehat dan performance yang baik.
Sehingga stigma masyarakat tentang rumah produksi tempe dari kesan kumuh kotor dan bau, bisa berubah dan selanjutnya akan ditingkatkan menjadi standar SNI.