Babak Baru RUU Larangan Minuman Beralkohol, Sempat Kandas di 2014, Kini Kembali Dibahas DPR
Badan Legislasi (Baleg) DPR kembali membahas Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol
Editor: Sanusi
Pada Bab VI tentang Ketentuan Pidana, mereka yang melanggar aturan akan dipidana penjara minimal dua tahun dan paling lama sepuluh tahun atau denda paling sedikit Rp 200.000 dan paling banyak Rp 1 miliar.
Sedangkan masyarakat yang mengonsumsi minol akan dipidana penjara minimal tiga bulan dan paling lama dua tahun atau denda paling sedikit Rp 10.000.000 dan paling banyak Rp 50.000.000.
Jalan panjang
Sebelum masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 sebagai usul inisiatif DPR, rencana pembahasan RUU ini telah melewati jalan yang cukup panjang.
Pada periode 2009-2014, saat itu Fraksi PPP menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang mengusulkan agar RUU ini dibahas.
Namun, karena waktu yang tidak memungkinkan akhirnya usulan itu kandas.
Usulan itu kemudian dibawa kembali pada periode selanjutnya.
Selain PPP, ada Fraksi PKS yang turut menjadi pengusulnya.
Panitia khusus RUU ini kemudian dibentuk pada 2015 dengan Arwani Thomafi, anggota Fraksi PPP, yang ditunjuk sebagai ketua pansusnya.
Akan tetapi, hingga masa jabatan DPR periode 2014-2019 berakhir, pembahasan RUU ini tak kunjung rampung. Salah satu poin pokok persoalannya yaitu masih adanya perdebatan ihwal penggunaan nomenklatur "Larangan Minuman Beralkhohol".
Arwani mengungkapkan, Selain Fraksi PPP dan Fraksi PKS, Fraksi PAN menyetujui penggunaan frasa "Larangan".
Namun, Fraksi PDI-P, Fraksi Gerindra, Fraksi Hanura dan Fraksi Nasdem, lebih setuju bila menggunakan nomenklatur "Pengendalian dan Pengawasan".
Sementara, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar mengusulkan agar tidak perlu ada nomenklatur "Larangan" atau "Pengendalian dan Pengawasan" di dalam RUU itu.
"Di poin ini, fraksi-fraksi mengalami perbedaan pandangan," kata Arwani, dalam keterangan tertulis, pada 21 Januari 2018.