Bos BRGM: Merestorasi Lahan Gambut Nggak Gampang
Menurut Hartono, menyelesaikan persoalan gambut butuh melibatkan banyak pihak.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jabatan sebagai Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) kini telah resmi diserahkan kepada Hartono dalam acara Serah Terima Jabatan (Sertijab) yang digelar Selasa (29/12/2020).
Hal ini secara otomatis membuatnya harus mengemban limpahan tugas dan tanggung jawab yang selama ini dijalani Nazir Foead, mantan Kepala BRG.
Menurut Hartono, menyelesaikan persoalan gambut butuh melibatkan banyak pihak.
"Persoalan gambut tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah maupun pemegang konsesi, tapi harus semua pihak dilibatkan," ujar Hartono.
Baca juga: Jaga Kelestarian Alam, Restorasi Gambut Mengedepankan Kearifan Lokal
Ia pun menyebut alasan mengapa persoalan ini harus diselesaikan oleh semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.
"Merestorasi gambut tidak gampang, karena gambut yang kita hadapi sudah terlanjur dimanfaatkan, sehingga banyak aspek yang harus dipertimbangkan," kata Hartono.
Baca juga: Metode Berbasis Teknologi Mulai Diterapkan Cegah Kebakaran Gambut
Dalam acara tersebut, hadir pula Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik Hartono sebagai Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).
Pelantikan ini juga menandai dilanjutkannya masa bakti BRG dan penambahan tugas bagi lembaga itu untuk turut melakukan restorasi pada mangrove.
Terkait fokus lembaganya yang kini tidak hanya mengenai restorasi gambut, Kepala BRGM yang baru saja dilantik, Hartono mengatakan bahwa pada beberapa lokasi, ekosistem gambut memang terhubung dengan mangrove.
Sehingga perlindungan terhadap mangrove, tentunya akan melindungi pula ekosistem gambut.
Oleh karena itu, ia menegaskan pihaknya perlu memahami secara baik terkait karakteristik kedua ekosistem ini.
"Kerusakan terjadi karena pemanfaatan yang tidak sesuai dengan karakteristik gambut dan mangrove. Apalagi baik gambut dan mangrove juga menjadi bagian dari ekosistem yang sangat perlu dilindungi," kata Hartono, dalam keterangan resminya setelah resmi dilantik, Rabu (23/12/2020) lalu.
Laki-laki yang akrab disapa Pak Har ini pun mengaku siap bersinergi dengan berbagai pihak termasuk Kementerian maupun lembaga (K/L) serta Pemerintah daerah (Pemda) dalam melakukan pemulihan gambut dan mangrove.
"BRGM siap bersinergi dengan Kementerian terkait dan Pemda serta para pihak lain, utamanya masyarakat yang selama ini sudah menunjukkan kesadaran yang makin baik," jelas Hartono.
Hartono memang bukan orang baru di lingkungan BRG, sebelumnya ia menjabat sebagai Sekretaris BRG.
Sebelum bergabung di lembaga itu, dirinya pernah bertugas di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Laki-laki berusia 58 tahun yang lahir di Ngawi, Jawa Timur itu pun pernah menangani rehabilitasi hutan dan lahan serta pengelolaan konservasi di Indonesia.
Sementara itu, mantan Kepala BRG Nazir Foead yang baru saja purna tugas pun mengucapkan selamat terkait pelantikan terhadap 'rekan seperjuangannya' itu.
"Saya percaya Pak Hartono sudah sangat berpengalaman mengurus lembaga ini, karena kami bersama-sama merintis BRG dari awal, mari kita dukung kerja BRGM ke depan," kata Nazir yang menjabat pada periode 2016-2020.
Perlu diketahui, dibentuknya BRG yang kini berubah nama menjadi BRGM ini berdasar pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2016.
Tugas BRG selama ini adalah untuk melakukan koordinasi dan memfasilitasi restorasi gambut di 7 provinsi meliputi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua.
Tugas ini dilakukan sejak 6 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020, dalam kurun waktu tersebut, lembaga ini telah menyelesaikan upaya awal pembasahan ekosistem gambut seluas 835.288 hektare di luar konsesi yakni 94 persen dari target.
Selain itu melakukan supervisi atau asistensi teknis untuk 186 perusahaan perkebunan dengan luas wilayah yang masuk target restorasi seluas 538.439 hektare atau setara 96,89 persen dari target.
BRG juga telah melakukan pendampingan dan penguatan kelembagaan pada 640 Desa Peduli Gambut dengan luas lahan gambut di desa itu mencapai 4,6 juta hektare, 1,4 juta hektare diantaranya masuk ke dalam target restorasi gambut.
Kemudian merevitalisasi ekonomi yang melibatkan 2.295 kelompok masyarakat dengan sekitar 118.576 orang terlibat dalam kegiatan padat karya.
Saat ini BRGM mulai menerapkan upaya lainnya yakni memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) untuk melakukan pemantauan terhadap program-programnya.
Mengacu pada tugas baru lembaga yang telah berubah nama menjadi BRGM ini, upaya percepatan pun dilakukan pada 1,2 juta hektare ekosistem gambut dan 600.000 mangrove.
Terkait hal ini, selain bersinergi dengan 7 provinsi yang telah menjadi target restorasi gambut, BRGM juga akan bekerja sama dengan 6 provinsi baru, khususnya terkait mangrove.
Enam provinsi itu meliputi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Papua Barat.