Ada Pengetatan Pembatasan Kegiatan, Airlangga Optimistis Perekonomian Masih Tetap Membaik
pemerintah memutuskan untuk memberlakukan pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat mulai 11 Januari hingga 25 Januari mendatang.
Editor: Sanusi
Iklim investasi di Indonesia pada tahun 2021 juga diharapkan semakin baik. Airlangga menyatakan, salah satu instrumen pertumbuhan itu, pertama, dari APBN yang memberi stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat.
Kedua, masyarakat cukup percaya diri untuk melakukan konsumsi. Saat ini confident level itu sudah meningkat, konsumsi masyarakat sudah bergerak.
Ketiga, pada awal Januari indeks saham gabungan (IHSG) sudah kembali ke level 6100-an sehingga timbul optimisme positif. Keempat, Rupiah menguat ke level 13.890 per dolar AS pada 4 Januari 2021.
Airlangga juga menyatakan, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur sudah 51,3, dan ini terus konsisten. Masih ada indikator lain, tambah Airlangga, yakni kontainer mulai sulit didapat yang menandakan ekspor Indonesia terus mengalami pelonjakan.
“Dasar-dasar ini cukup kuat untuk (secara) fundamental, mengatakan bahwa ekonomi kita pada tahun 2021, dengan berbagai asumsi tersebut, akan lebih baik dibandingkan tahun lalu," katanya.
Vaksinasi terhadap 182 juta penduduk Indonesia juga diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat. Vaksinasi akan dilaksanakan pada pertengahan Januari 2021 sampai kuartal pertama tahun 2022 atau 15 bulan.
Saat ini terdapat pula kenaikan harga-harga komoditas yang menjadi andalan Indonesia seperti kelapa sawit, nikel, tembaga dan emas juga relatif tinggi.
“Demikian pula harga batubara,” ungkap Airlangga. Komoditas ini jika didorong dengan hilirisasi yang baik maka bisa menjadi pengungkit perekonomian.
Kembali ke soal meningkatnya konsumsi masyarakat karena dorongan pelbagai stimulus, Airlangga mengingatkan, Indonesia masih memiliki pendorong lain pertumbuhan ekonomi, yakni Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU Cipta Kerja.
Kedua peraturan yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo itu menyangkut masalah lembaga pengelola investasi. Sesuatu yang akan menjadi game changer Indonesia.
Resesi
Pandemi virus corona (Covid-19) telah memberikan tekanan terhadap kondisi perekonomian global.
Bahkan pada tahun ini banyak Lembaga dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global bakal mencatatkan sejarah kontraksi terdalam sejak Depresi Besar atau masa Perang Dunia II.
Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) memperkirakan ekonomi global bakal terkontraksi hingga 4,2 persen pada tahun 2020.
Sementara Bank Dunia memperkirakan perekonomian global bakal mengalami kontraksi hingga 5,2 persen pada tahun 2020 ini.
Indonesia sendiri tidak terlepas dari dampak pandemi. Akibat pandemi, untuk pertama kalinya sejak krisis moneter 1998, ekonomi Indonesia mengalami resesi. Pertumbuhan ekonomi tercatat negatif dalam dua kuartal berturut-turut.
Lebih Buruk dari Proyeksi Pemerintah
Kinerja perekonomian sepanjang tahun ini pun lebih buruk dari yang diproyeksi oleh pemerintah.
Ketika pada kuartal I lalu ekonomi masih bisa tumbuh 2,97 persen, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan kuartal II laju kinerja perekonomian langsung terjun bebas ke level minus 5,32 persen.
Kontraksi tersebut lebih dalam dibandingkan dengan proyeksi pemerintah yang memperkirakan kinerja perekonomian bakal di kisaran minus 4,3 persen hingga minus 4,8 persen.
Hal yang sama juga terjadi pada kuartal III. Pasalnya, pada kuartal III produk domestik bruto (PDB) Indonesia minus 3,49 persen. Meski membaik dibanding kuartal sebelumnya, realisasi tersebut juga lebih buruk dibanding proyeksi pemerintah yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan terkontraksi 2,9 persen.
Namun demikian, secara kuartalan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III sudah tumbuh 5,05 persen.(Kompas.com/Tribunnews.com)