Anggota Komisi VII DPR Keluhkan Harga Gas Elpiji 3 Kg Capai Rp 40 Ribu
anggota Komisi VII DPR Fraksi PKB Abdul Wahid mempertanyakan pengawasan PT Pertamina (Persero) dalam memasarkan gas elpiji 3 Kg
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKB Abdul Wahid mempertanyakan pengawasan PT Pertamina (Persero) dalam memasarkan gas elpiji 3 Kg, yang saat ini dibeli masyarakat seharga Rp 40 ribu.
"Harga di Riau, gas 3 kilo sampai Rp 40 ribu di tangan masyarakat, apalagi di daerah remote area. Itu kenyataan, kasian masyarakat, disparitasnya sangat tinggi dari harga HET (harga eceren tertinggi) yang kalau kita liat sekitar Rp 18 ribuan," ujar Abdul saat rapat dengar pendapat dengan Pertamina di komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (9/2/2021).
Baca juga: Imbas Covid-19, Pilot Ini Banting Setir Jadi Kuli Bangunan, Pramugari Jualan Elpiji
Menurut Abdul, Pertamina harus memikirkan persoalan yang dialami masyarakat kecil, maupun pelaku UMKM terhadap keluhan harga gas elpiji 3 kg.
"Saya juga kemarin berdiskusi di salah satu daerah Kerinci sama pelaku UMKM, mereka jual pece lele, bakso. Mereka rata-rata beli Rp 35 ribu loh satu tabung, itu di kota Pangkalan Kerinci," papar Abdul.
"Ini gambarannya, apa yang diharapkan pemerintah untuk subsidi elpiji 3 kilo tidak begitu dinikmati masyarakat kecil, karena mereka beli jauh diharga HET," katanya.
Baca juga: Hari Ketiga PPKM Jawa-Bali, Pertamina Tetap Jaga Pasokan BBM dan Elpiji
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi VII DPR Fraksi Gerindra, Ramson Siagian meminta direktur pemasaran Pertamina memiliki satu nomor telepon khusus untuk menerima aduan tingginya harga gas elpiji 3 Kg.
"Kalau bisa ada satu handphone khusus yang tidak ganggu direktur. Misalnya dipegang asisten atau sekretarisnya, setiap ada anggota DPR yang tahu kayak tadi, ada Rp 35 ribu per tabung di Kerinci, itu langsung bisa di WhatsApp," katanya.
Setelah menerima aduan tersebut, kata Ramson, Pertamina pusat harus mengkontak Sales Area Manager untuk ditindaklanjuti hingga di tingkat pangkalan.
"Itu kan mudah saja, dari sisi manajerial. Lima menit ketahuan, pangkalan harus tegas. Karena ada saja, dari misalnya 1000 (penjual), ada lima yang nakal," kata Ramson.
"Era medsos harus proaktif Pertamina, kalau Sales Area Managernya tidak bisa tangani, ganti dia, banyak itu SDM Pertamina yang ingin jadi Sales Area Manager," ujar Ramson.