REI: DP 0 Persen Tak Terlalu Berpengaruh Untuk Penjualan Properti
Totok mengatakan kebijakan BI tersebut tak akan berpengaruh signifikan terhadap penjualan rumah di dalam negeri.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan Bank Indonesia terkait pembayaran uang muka atau down payment 0 persen untuk kredit pemilikan rumah (KPR) ditanggapi oleh Ketua Real Estate Indonesia (REI), Totok Lusida.
Totok mengatakan kebijakan BI tersebut tak akan berpengaruh signifikan terhadap penjualan rumah di dalam negeri.
Sebab pangkal masalah saat ini bukan terletak pada pembayaran DP saat membeli properti.
Baca juga: Akses Jalan Terputus Karena Banjir, Hindari Jalan Bintara Raya Bekasi
Baca juga: Masker Bisa Jadi Media Penularan, Begini Cara Kelola Limbah Masker Orang Sehat yang Benar
Menurutnya, kebijakan tersebut belum mengena pada akar masalah yang terjadi dalam bisnis properti.
Ia menyebut yang menjadi persoalan di sektor properti adalah ketakutan perbankan dalam menyalurkan KPR.
"Sekarang masalah yang dihadapi bukan DP 0 persen, tapi perbankan ketakutan menyalurkan kredit," ucap Totok kepada Tribunnews.com, Jumat (19/2/2021).
Totok menambahkan, perbankan kini sangat hati-hati bahkan cenderung pelit untuk menyalurkan kredit properti kepada masyarakat.
Baca juga: Gairahkan Pasar Properti, BTN Tawarkan Suku Bunga KPR 4,71 Persen
Ia menggambarkan, jika dari 10 orang yang mengajukan kredit, mungkun yang disetujui hanya 4 atau 5 orang atau bahkan kemungkinan juga tidak ada yang disetujui.
"Kondisi resesi membuat perbankan sangat hati-hati dalam memberikan kredit terutama KPR. Sekarang semua properti dipersulit, mulai dari rumah sederhana sampai rumah mewah. Pengajuan kredit properti sangat terdampak sejak pandemi, ini akar permasalahannya," papar Totok.
Totok beranggapan bila industri saat ini tak butuh kebijakan DP nol persen, tapi bagaimana mengembalikan kepercayaan perbankan agar lebih berani dalam menyalurkan kredit properti kepada masyarakat.
Pasalnya, masyarakat menjadi sulit untuk membeli rumah jika tak mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan.
Jika hal ini terjadi, dipastikan ekonomi di skala mikro tidak berjalan baik karena masyarakat tak mendapatkan akses kredit untuk menggairahkan kembali industri properti.
"Yang terpenting saat ini adalah masyarakat mudah mendapat kredit. Kalau kredit tidak dikasih, bagaimana ekonomi mikro mau jalan. Jika masyarakat tidak mendapat akses kredit, bisnis properti akan terus babak belur karena penjualan hingga tahun ini terus menurun," imbuh Totok.
Lebih dari iru, Totok merasa khawatir apabila perbankan enggan menyalurkan kredit akan membuat industri properti tidak sehat. Sebab, persentase pembelian rumah melalui KPR saat ini turun dari 90 persen menjadi 60 persen.
Sementara, 30 persen pembeli lebih memilih membayar dengan skema langsung pada developer atau pengembang.
"Itu yang dikhawatirkan, karena kalau masyarakat lebih memilih membeli rumah kepada pengembang berpotensi banyak terjadi masalah baru karena tidak semua pengembang properti sehat. Kalau in house pembeli hanya memegang selembar surat atau kwitansi setoran. Sementara jika melalui bank, sertifikat rumah di bank, ada faktor aman untuk masyarakat. Itu lebih penting," jelasnya.
Kekhawatiran Totok cukup beralasan, karena tak semua pengembang masuk sebagai anggota REI.
Hal ini menyebabkan masyarakat jadi kesulitan meminta bantuan jika ada masalah dengan pengembang nakal yang mempermainkan akta jual beli.
"Kalau ada masalah susah, tidak semua pengembang masuk ke dalam anggota REI. Kami tidak bisa memberikan pendampingan jika terjadi sesuatu karena tidak semua daerah memberikan syarat bagi pengembang untuk menjadi anggota asosiasi," tutup Totok.
Oleh karena itu, REI berharap ada kebijakan dari BI atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang membuat perbankan tak khawatir dalam menyalurkan kredit di sektor properti.
Jika ini dibiarkan, maka dampaknya tak sehat untuk dunia usaha properti yang saat ini terus menerus mengalami penurunan transaksi.
Stimulus BI, Ajukan KPR dan Beli Kendaraan Baru Tanpa Uang Muka, Berlaku Hingga Akhir Tahun
Bank Indonesia (BI) benar-benar memberikan kelonggaran pada bulan Februari 2021 ini.
Selain penurunan suku bunga acuan, BI juga menetapkan Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) sebesar 100 persen untuk kredit properti.
Itu berarti, seluruh dana untuk mengambil kredit properti ditanggung 100 persen oleh bank, dengan kata lain konsumen menanggung 0 persen alias tidak perlu membayar down payment (DP) atau uang muka.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, ini berlaku untuk semua jenis properti, seperti rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan.
Baca juga: POPULER INTERNASIONAL: Hacker Retas Situs Propaganda Militer Myanmar | Dipecat karena Terlalu Cantik
Baca juga: DPR Sambut Baik Vaksin Nusantara yang Diprakarsai Mantan Menkes Terawan
Syarat
“Namun diperhatikan, ini juga bagi bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF tertentu. Serta, menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti,” kata Perry, Kamis (18/2).
Perry merinci, bagi bank yang memiliki NPL/NPF kurang dari 5 persen, maka ketentuan LTV/FTV bagi properti ditetapkan 100 persen.
Bahkan baik itu pembelian pertama maupun pembelian kedua.
Sementara, bank yang memiliki NPL/NPF lebih dari 5 persen akan mencatat ketentuan LTV/FTV bagi properti sebesar 95 persen untuk rumah tapak dan rumah susun tipe 21 - 70 hingga tipe lebih dari 70, serta ruko/rukan.
Namun, bagi rumah tapak maupun rumah susun dengan tipe di bawah 21 masih tetap diberi ketentuan LTV/FTV sebesar 100 persen.
Baca juga: Profil Komjen Pol Agus Andrianto, Kabareskrim Baru Pilihan Kapolri Listyo Sigit
Namun, untuk pembelian kedua dan ketiga, pembelian rumah tapak maupun rumah susun dengan tipe lebih dari 70, serta ruko/rukan, dikenakan FTV/LTV sebesar 90 persen atau dengan kata lain DP 10 persen.
Sementara untuk rumah tapak maupun rumah susun dengan tipe 21 - 70 atau di bawah tipe 21, maka ketentuan FTV/LTV nya sebesar 95 persen.
Perry menambahkan, kebijakan ini akan berlaku per 1 Maret 2021 hingga 31 Desember 2021.
Setelah masa berlaku kebijakan ini habis, maka pada akhir tahun ini akan dilakukan evaluasi untuk menentukan akan diperpanjang atau tidaknya kebijakan ini.
“Tapi diharapkan, evaluasi di akhir tahun nanti menunjukkan adanya peningkatan tingkat penyaluran kredit yang tentu saja untuk mendorong pemulihan ekonomi,” tandasnya.
Kendaraan Baru
Bank Indonesia (BI) resmi melonggarkan ketentuan uang muka kredit alias down payment (DP) menjadi paling sedikit 0 persen untuk pembelian sepeda motor dan mobil baru.
Ketentuan ini berlaku mulai bulan Maret hingga 31 Desember 2021.
"Melonggarkan ketentuan uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0 persen untuk semua jenis kendaraan bermotor baru," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi virtual, Kamis (18/2/2021).
Perry menyebut, stimulus ini diberikan untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
Bank sentral melanjutkan bauran kebijakan akomodatif ini sejalan dengan upaya untuk terus mendorong pemulihan ekonomi dan menyikapi perkembangan baik global maupun domestik.
"BI mempertimbangkan perlu adanya dorongan pemulihan khususnya di sektor otomotif, yang memiliki backward dan forward linkage yang tinggi terhadap perekonomian," ungkap Perry.
Tak hanya itu, pelonggaran DP 10 persen juga mempertimbangkan risiko atau kredit/pembiayaan yang masih cukup terkendali di sektor otomotif.
"Kebijakan tersebut ditempuh sebagai bauran kebijakan dengan stimulus fiskal yang diberikan pemerintah, yakni pemberian insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)," lanjut dia.
Sebagai informasi, pemerintah mulai menggulirkan insentif berupa penurunan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil mulai bulan Maret.
Relaksasi penurunan pajak ini disiapkan untuk kendaraan bermotor pada segmen kendaraan dengan cc di bawah 1500 cc, yaitu kategori sedan dan 4×2.
Pemberian insentif PPnBM akan dilakukan secara bertahap selama 9 bulan, dengan masing-masing tahapan akan berlangsung selama 3 bulan.
Selain itu, besaran insentif pun akan dilakukan evaluasi setiap 3 bulan.
Rinciannya, insentif PPnBM sebesar 100 persen dari tarif akan diberikan pada tahap pertama, lalu diikuti insentif PPnBM sebesar 50 persen dari tarif yang akan diberikan pada tahap kedua.
Kemudian insentif PPnBM 25 persen dari tarif akan diberikan pada tahap ketiga.
DP Kendaraan Bermotor 0 Persen, Perusahaan Pembiayaan : 100 Persen Risiko
Direktur Keuangan PT Mandiri Tunas Finance (MTF) Armendra mengatakan, uang muka 0 persen artinya 100 persen risiko pemberian kredit atau pembiayaan ada di leasing.
"Berapa lama risiko ingin ditanggung, menjadi appetite bagi multifinance atau perusahaan pembiayaan tersebut. Makin panjang jangka waktu pembiayaan, makin berisiko bagi perusahaan pembiayaan," kata Armendra saat dihubungi, Jakarta, Kamis (18/2/2021).
"Jadi dikembalikan kepada kemampuan keuangan perusahaan pembiayaan dan appetite risiko yang ingin dikelola," sambung Armendra.
Namun, kata Armendra, risiko tersebut dapat diminimalisir melalui kerjasama dengan perusahaan asuransi pemberi kredit.
Sehingga, ketika terjadi kredit macet oleh debitur, maka dana yang telah dikeluarkan perusahaan pembiayaan tetap aman.
"Atau (pemberiaan kredit) untuk nasabah yang terbukti selektif kualitasnya bagus," ucapnya.
MTF sendiri, kata Armendra, tidak dapat memberikan kredit kendaraan bermotor untuk uang muka 0 persen, karena rasio pembiayaan bermasalah (NPL) pada akhir 2020 di posisi 1,03 persen.
"Kami masih mengacu pada Peraturan OJK 35/2018, DP 0 persen dapat diberikan kepada perusahaan pembiayaan yang memiliki NPF kurang dari 1 persen," ucap Armendra.
Artikel Ini Sudah Tayang di Kontan, dengan judul: BI longgarkan ketentuan LTV, ajukan KPR bisa pakai DP 0% mulai 1 Maret 2021
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Selain Kendaraan, DP 0 Persen Juga Berlaku untuk Rumah Mulai Bulan Depan"
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mulai Bulan Depan, Beli Motor dan Mobil Baru Bisa DP 0 Persen"