Kepala BKPM: Kita Punya Banyak Sumber Daya Alam tapi Bank Tidak Berani
Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyinggung perbankan yang kurang responsif mendanai investasi proyek smelter.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyinggung perbankan yang kurang responsif mendanai investasi proyek smelter.
Hal itu merujuk realisasi penanaman modal asing (PMA) sepanjang 2020 yang masuk ke Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Sulawesi Tengah didominasi proyek smelter.
Dalam catatan, nilai investasi PMA ke Maluku sebesar 2,4 miliar dolar AS (8,4 persen( sedangkan PMA ke Sulteng senilai 1,8 miliar dolar AS (6,2 persen).
Baca juga: BKPM : Indonesia Masih Andalkan Impor untuk Kebutuhan Bahan Baku Obat dan Alkes
"PMA itu Maluku dan Sulawesi menjadi salah satu tujuan karena di sana mereka membangun smelter nikel. Saya kemarin baru pulang dari Weda Bay Maluku Utara. Ini eks Antam tahun 1996, wah luar biasa sekali," ucap Bahlil dalam Rakernas HIPMI, Sabtu (6/3/2021).
Proyek nikel Weda Bay sempat mangkrak selama 20 tahun lebih namun saat ini sudah dikelola asing dengan Antam dan sudah mampu mengekspor produk tambang senilai 3,5 miliar dolar AS.
"Jadi sebenarnya kita ini punya banyak sumber daya alam tapi bank kita juga takut-takut. Kalau ditanya kesalahan di mana, kenapa BUMN tidak bisa membangun smelter yang baik yaitu salah satu penyebab perbankan tidak merespons secara baik," tutur Bahlil.
Menurut Bahlil, permintaan perbankan mustahil dilaksanakan untuk investor yakni equity 30 persen.
Baca juga: Kepala BKPM Klaim Izin Industri Miras Sudah Ada Sebelum Indonesia Merdeka
"Satu tungku smelter yang skala gede nilanya Rp1 Triliun. Ada sekitar tiga sampai empat tungku. Minta equity 30 persen, boro-boro 30 persen, 10 persen pun harus patungan dulu. Ini yang tidak jalan akhirnya kompetitif kita tidak terlalu bagus," urainya.
Bahlil mengaku saat masuk ke kabinet pemerintah Presiden Joko Widodo ada tiga tantangan investasi di Indonesia antara lain egosektoral antara kementerian/lembaga, aturan tumpang tindih pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, dan ketiga perosolan tanah.
"Saya diminta bapak Presiden menyelesaikan ini. Harus selesai PR ini. Alhamdulilah tahun 2020 kita bisa realiasasi Rp826,3 Trilun. Ini sejarah bagi bangsa bahwa realisasi investasi di Jawa dan Luar Jawa sudah berimbang," tutur dia.