'Penyanyi Cover Seharusnya Membayar Royalti dan Harus Mendapat Izin dari Pemilik Lagu Hak Ciptanya'
PP Nomor 56 tahun 2021 berlaku untuk siapapun yang menyanyikan lagu cover yang dimuat dalam platform digital maupun analog.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM RI Freddy Harris mengatakan, Peraturan Pemerintah nomor 56 (PP 56) tahun 2021 terkait Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik hanya berlaku untuk kebutuhan komersial.
Adapun kebutuhan komersial yang dimaksud Freddy yakni, siapapun yang menggunakan lagu dan/atau musik dari pemilik hak cipta yang ditujukan untuk mencari keuntungan ekonomi seperti kafe dan rumah karaoke misalnya juga pusat perbelanjaan.
"Catatannya adalah peraturan ini untuk penggunaan komersial kalau tidak komersial tidak akan masalah," katanya saat jumpa pers secara daring, Jumat (9/4/2021).
Dengan begitu kata dia, PP Nomor 56 tahun 2021 berlaku untuk siapapun yang menyanyikan lagu cover yang dimuat dalam platform digital maupun analog.
Pasalnya, para penyanyi cover kata Freddy pasti mendapatkan keuntungan ekonomi, baik dari iklan ataupun jumlah pendengar dari setiap platform yang dimuatnya.
"Seharusnya (penyanyi cover) membayar royalti kepada pemiliknya dan harus mendapat izin dari pemilik lagu hak ciptanya," katanya.
Namun, kata Freddy kedua belah pihak tidak selalu harus berpedoman pada peraturan tersebut. Keduanya kata dia, dapat melakukan negosiasi terkait dengan royalti yang didapatkan.
"Penyanyi cover harus fair juga, kalau dia mendapatkan keuntungan tapi belum diatur oleh pemerintah bisa diselesaikan secara B2B (bisnis)," ucapnya.
Freddy mengatakan, peraturan ini merupakan penguatan dari Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) dalam melindungi hak ekonomi dari pencipta atau pemegang hak cipta dan pemilik produk hak terkait.
Baca juga: Bahas Royalty Platform Digital, WAMI, RAI, dan KCI Gelar Dialog Dengan LMKN
Hal itu tertuang dalam ketentuan Pasal 9, Pasal 23 dan Pasal 24 UU Hak Cipta yang secara tegas telah menyebutkan, pihak-pihak yang akan melakukan komersialisasi atas suatu ciptaan maupun produk hak terkait harus meminta izin kepada pencipta/pemegang hak cipta atau pemilik produk terkait.
PP ini hadir kata Freddy untuk mengoptimalkan fungsi pengelolaan royalti hak cipta atas pemanfaatan ciptaan dan produk hak terkait di bidang lagu dan/atau musik.
"Intinya, PP ini mempertegas Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/Atau Musik tentang bentuk penggunaan layanan publik bersifat komersial dalam bentuk analog dan digital," ujarnya.
Pusat Data
Freddy Harris merencanakan pembuatan pusat data yang disebut Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) akan dilakukan pada 2022 mendatang.