Investasi Bodong Disebut Tawarkan Bunga Tinggi, Analis: Bukan Untung Malah Buntung
masyarakat yang terjerumus bukan mendapat keuntungan dari investasi, tapi justru malah buntung karena uangnya hilang.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra menyebutkan, investasi tidak berizin atau bodong cenderung menawarkan bunga tinggi dengan tidak memberikan informasi terkait risiko.
Karena itu, masyarakat yang terjerumus bukan mendapat keuntungan dari investasi, tapi justru malah buntung karena uangnya hilang.
"Imbal hasil tinggi pastinya risiko juga tinggi. Jadi, bila terkena risiko, bisa-bisa modal investasi berkurang jauh dan alih-alih untung malah buntung," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Jumat (16/4/2021).
Ariston menjelaskan, tidak bijak juga untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, apalagi jelang Lebaran melalui investasi dengan imbal hasil tinggi.
"Ya kecuali investor tersebut memang investor profesional. Tentunya juga pemenuhan berdasarkan skala prioritas, kebutuhan primer didahulukan," katanya.
Di sisi lain, dia menilai seharusnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa menyentuh entitas pemilik aplikasi bodong tersebut, bukan hanya penutupan aplikasi.
"OJK bisa melakukan penyelidikan siapa pemilik aplikasi tersebut dan melakukan penindakan. Jadi, tidak bermunculan web atau aplikasi beda nama, tapi sebenarnya dari entitas yang sama," pungkas Ariston.
Mau Penuhi Kebutuhan Lebaran, Jangan Tergiur dengan Investasi Berbunga Tinggi
Peneliti senior sekaligus ekonom Poltak Hotradero mengingatkan bahwa jika mau memenuhi kebutuhan Lebaran, sebaiknya masyarakat jangan tergiur dengan cara investasi yang berbunga tinggi.
Alih-alih bisa memenuhi kebutuhan Lebaran, masyarakat justru bisa saja terjebak ke dalam jurang investasi tidak berizin atau ilegal.
"Tidak pernah ada investasi imbal hasil tinggi dengan risiko rendah. Imbal hasil tinggi hanya bisa dicapai lewat risiko tinggi pula, itu sudah menjadi hukum besi di dunia investasi," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Jumat (16/4/2021).
Baca juga: Komisi XI DPR Tanggapi Pembentukan Kementerian Investasi dan Penciptaan lapangan Kerja
Kemudian, dia menjelaskan, kebutuhan primer tetap harus menjadi prioritas untuk dipenuhi masyarakat ketika jelang hari Lebaran.
"Tentunya kebutuhan primer karena kebutuhan sekunder serta tersier hanya ada maknanya bila kebutuhan primer sudah terpenuhi terlebih dahulu. Kalau yang primer sudah terpenuhi maka yang sekunder bisa dijalankan," kata Poltak.