Data Ekonomi AS Belum Stabil, Ada Risiko Jangka Pendek Terhadap Pasar Keuangan
Data aktivitas pabrik di AS naik dengan cepat di periode awal Mei 2021 di tengah permintaan domestik yang kuat.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat pasar modal Hans Kwee menyatakan, tampaknya data ekonomi Amerika Serikat (AS) masih tidak stabil dan solid.
Hans menjelaskan, data aktivitas pabrik di AS naik dengan cepat di periode awal Mei 2021 di tengah permintaan domestik yang kuat.
"Aktivitas manufaktur di AS menuju level rekor kenaikan bulanan. AS Manufacturing Purchasing Managers' Indeks naik ke level 61,5 di periode Mei dan merupakan angka tertinggi sepanjang masa," ujar dia mengutip risetnya, Rabu (26/5/2021).
Menurut dia, angka itu jauh lebih baik dari perkiraan para analis yang memproyeksikan stagnan.
Data ekonomi yang kuat seperti PMI dinilainya berpotensi menjadi risiko jangka pendek bagi pasar keuangan karena berpotensi mendorong Bank Sentral AS atau The Fed mengurangi pembelian obligasi lebih cepat dari yang diperkirakan.
Baca juga: IHSG Menguji Support Kuat 5780, Saatnya Masuk ke Saham Bluechips
Sementara, pengumuman data klaim pengangguran pertama pekan lalu mencapai 444.000.
Angka ini merupakan level terendah sejak era pandemi Covid 19 dan lebih rendah dari ekspektasi 452.000.
Baca juga: Defisit APBN 2021 Makin Manjadi-jadi, Hingga April 2021 Meroket 85,5 Persen Senilai Rp 138,1 Triliun
Tetapi, lanjut Hans, rilis data menunjukkan pertumbuhan pekerjaan menurun pada April 2021, di mana tercatat penambahan lapangan kerja hanya 266.000 pada bulan lalu.
Baca juga: Lampau Utang Garuda, Utang PLN Kini Bengkak Jadi Rp 649,2 Triliun karena Penugasan Pemerintah
"Hal ini menyebabkan angka pengangguran masih tetap tinggi. Disisi lain aktivitas bisnis USA lebih rendah dari perkiraan," tuturnya.
Selain itu, dia menambahkan, The Fed Philadelphia mengatakan Indeks Aktivitas Bisnis turun menjadi 31,5 di periode April dari sebelumnya 50,2 pada bulan Maret.
"Angka ini juga di bawah ekspektasi sebesar 43, sehingga menimbulkan keraguan seberapa cepat ekonomi dapat pulih dan mulai memanas," pungkas Hans.