Selamat Tinggal Dolar AS, Indonesia Pakai Yuan agar Gejolak Rupiah Bisa Diturunkan
Bhima menjelaskan, pemakaian yuan ke depannya membuat Indonesia lebih bersiap hadapi tapering off atau perubahan stimulus moneter AS.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia segera melakukan kerja sama Local Currency Settlement atau penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan dengan China.
Awalnya Bank Indonesia menargetkan, pelaksanaan tersebut akan terjadi pada Juli 2021 atau bulan ini, sehingga Indonesia bersiap mengucapkan selamat tinggal ke dolar Amerika Serikat (AS) karena akan berganti dengan yuan.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, nilai total perdagangan Indonesia dan China tembus 71,4 miliar dolar AS di 2020 dan terus berkembang hingga porsi ekspor menjadi 22 persen per Juni 2021.
Baca juga: Pemanfaatan IT untuk Kurangi Kontak Tenaga Medis dengan Pasien Covid-19 di Wisma Atlet
"Karena ukurannya sangat besar maka dampak penggunaan yuan untuk ekspor bisa menurunkan volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Jumat (23/7/2021).
Apalagi, Bhima menjelaskan, pemakaian yuan ke depannya membuat Indonesia lebih bersiap hadapi tapering off atau perubahan stimulus moneter AS.
Selain itu, pelaku usaha juga mendapatkan keuntungan dengan penggunaan yuan untuk transaksi perdagangan dari sisi penghematan keuangan.
"Bayangkan juga nanti biaya dan risiko konversi dari yuan ke dolar AS, kemudian ke rupiah akan berkurang. Tidak perlu lagi dobel-dobel konversi, ini akan untungkan pengusaha karena biaya keuangan akan berkurang," pungkasnya.
Transaksi Dagang Siap Pakai Rupiah-Yuan, Analis: Jaga Stabilitas Rupiah
Hubungan Indonesia dan China terlihat kian mesra dengan segera berlakunya transaksi perdagangan kedua negara pakai yuan, tidak lagi dolar Amerika Serikat (AS).
Seperti diketahui, Bank Indonesia segera merampungkan aturan teknis dalam Local Currency Settlement (LCS) atau kerjasama transaksi perdagangan bilateral dengan China menggunakan mata uang lokal rupiah-yuan.
Kontrak kerjasama ini disalin dalam nota kesepahaman antara BI dan People's Bank of China (PBOC) pada Oktober 2020, yang target dilaksanakan pada Juli 2021.
Baca juga: Soal Asal-usul Virus Corona, China Tolak Rencana WHO Kembali Selidiki Teori Kebocoran Lab Wuhan
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, ada sisi keuntungan bagi negara yakni dapat memperkuat rupiah.
"Bagi negara keuntungannya lebih ke membantu stabilitas kurs rupiah jangka panjang," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Jumat (23/7/2021).
Baca juga: Militer AS Sulit Cegah Jika Pasukan China Tiba-tiba Duduki Taiwan