Kemenperin Sukses Merelokasi Produksi Mesin Cuci dari China, Kini Ekspor ke Jepang
relokasi produksi tersebut merupakan hasil dialog Menperin dengan para pemegang merek saat melakukan kunjungan kerja
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah saat ini serius dalam upaya pengelolaan dan perbaikan iklim usaha khususnya bagi pelaku industri di tanah air, dengan ditandai berbagai kebijakan probisnis yang telah dikeluarkan untuk mendukung hal tersebut.
Sebagai hasilnya, investor telah merelokasi produksi mesin cuci dari China ke Indonesia.
“Hari ini kami melepas ekspor perdana produk mesin cuci dari PT. Panasonic Manufacturing Indonesia (PT. PMI) ke Jepang. Ini merupakan hasil relokasi produksi mesin cuci dari China,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam sambutannya secara virtual pada acara Ekspor Perdana Produk Mesin Cuci tersebut, Kamis (23/9/2021).
Baca juga: Akselerasi Pertumbuhan Industri Halal, Menperin Siapkan Empat Langkah Ini
Menperin menyampaikan, relokasi dan ekspor produk mesin cuci ke Jepang tersebut sangat membanggakan, karena negara tersebut dikenal memilik pasar yang sangat sensitif dan selektif terhadap kualitas produk.
“Artinya, kualitas mesin cuci produksi PT. PMI ini luar biasa,” ungkapnya.
Ia menyampaikan, relokasi produksi tersebut merupakan hasil dialog Menperin dengan para pemegang merek saat melakukan kunjungan kerja ke Jepang pada Maret lalu.
Baca juga: Kemenperin Sebut Akses Pasar Jadi Permasalahan Klasik di Industri Kecil Menengah
“Selain mesin cuci, kita juga merelokasi produksi AC dari Malaysia ke Indonesia, serta merelokasi produksi lemari es dari Thailand yang produknya akan diekspor ke Jepang dan Hong Kong,” jelas Menperin. Selain itu, relokasi produksi mesin cuci dari Taiwan ke Indonesia, yang nantinya diekspor ke Taiwan.
Kemenperin mencatat, ekspor mesin cuci menembus 14 juta dolar AS sepanjang tahun 2020, mengalami kenaikan 107 persen dibandingkan capaian tahun 2019 sebesar 6,76 juta dolar AS. Pada semester I 2021, ekspor mesin cuci mencapai 4,85 juta dolar AS.
Menperin menjelaskan, pengelolaan dan perbaikan iklim usaha telah diakomodasi oleh Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam UU tersebut, para pelaku industri di tanah air mendapatkan berbagai kemudahan, mulai dari izin usaha hingga pemberian insentif fiskal dan nonfiskal.
Hal ini sejalan dengan tekad pemerintah dalam mendorong percepatan penanganan dan pengendalian pandemi Covid-19, yang sama-sama memprioritaskan pemulihan kesehatan dan ekonomi.
“Pemerintah terus berupaya untuk menjaga tingkat resiliensi industri di dalam negeri melalui sejumlah kebijakan strategis, misalnya berupa pemberian stimulus atau insentif sehingga para pelaku industri bisa mengatasi tantangan pandemi dan terus bertumbuh,” paparnya.
Pada triwullan II - 2021, Indonesia mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi yang signifikan mencapai 7,07 persen. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar atas kenaikan PDB nasional tersebut adalah industri manufaktur, dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,91 persen meskipun mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19.
“Terjadinya pertumbuhan sektor industri manufaktur, salah satunya disebabkan oleh sejumlah investor yang tetap percaya untuk merealisasikan investasinya di Indonesia. Artinya, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini adalah on the right track,” tegas Agus.
Pada Januari-Juni 2021, realisasi investasi sektor industri menembus Rp 167,1 triliun atau berkontribusi sebesar 37,7 persen dari total nilai investasi nasional yang mencapai Rp 442,7 triliun. Bahkan, nilai investasi sektor industri di semester I-2021 tersebut naik 29 persen dibanding periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp 129,6 triliun.
Sepanjang enam bulan tahun ini, nilai penanaman modal dalam negeri (PMDN) dari sektor industri sebesar Rp 46,3 triliun atau berkontribusi 21,6 persen dari total PMDN yang mencapai Rp 214,2 triliun. Sedangkan, nilai penanaman modal asing (PMA) dari sektor industri sebesar Rp 120,8 triliun atau berkontribusi 52,9 persen dari total PMA yang mencapai Rp 228,5 triliun.