Erick Thohir Bakal Bubarkan 7 BUMN, Tidak Beroperasi tapi Masih Ada Karyawan, Ini Profilnya
Erick Thohir menegaskan akan segera membubarkan 7 perusahaan berstatus pelat merah. Simak profil 7 perusahaan yang akan dibubarkan Erick
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Mengutip berbagai sumber, Menteri BUMN Dahlan Iskan pada 18 September 2014, menyatakan pemulihan Merpati membutuhkan Rp 15 triliun untuk menutup pembayaran gaji, berbagai kerugian yang diderita perusahaan dan hutang kepada sekitar 2 ribu pihak.
2. PT Industri Gelas (Persero) atau Iglas
Mengutip laman resmi Kementerian BUMN, PT Iglas bergerak di bidang pembuatan kemasan gelas, khususnya botol.
Iglas didirikan pada 29 Oktober 1956, dan penyalaan dapur peleburan pertama dilakukan pada tahun 1959.
Perusahaan ini memproduksi berbagai jenis botol untuk memenuhi kebutuhan industri bir, minuman ringan, farmasi, makanan, dan kosmetika, dengan total kapasitas 340 ton per hari atau 78.205 ton per tahun.
Baca juga: Cari TV atau STB Bersertifikasi Logo Siap Digital atau Si MODI
Seiring berjalannya waktu, order dari pihak luar ke Iglas menjadi sepi dan akhirnya operasional pabriknya tidak lagi berproduksi sejak 2015.
Merujuk laporan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), pada 2008, aset PT Iglas hanya Rp 188,69 miliar, sedangkan utangnya mencapai Rp 318,99 miliar.
Perusahaan tersebut mencatatkan rugi sebesar Rp 86,26 miliar. Iglas diketahui telah menyelesaikan hak eks karyawan dengan membayarkan 429 eks karyawannya.
3. PT Istaka Karya (Persero)
Perusahaan yang bergerak pada bidang konstruksi konsorsium dan didirikan pada 1979, kini tengah dalam proses penanganan PPA.
PPA tengah melakukan restrukturisasi kepada Istaka Karya karena banyaknya masalah yang dihadapi perusahaan.
Baca juga: POPULER Nasional: Bujuk Arab Saudi soal Kebijakan Umrah | Perjalanan Karier Azis Syamsuddin
Pada 2011, perusahaan mengalami kerugian Rp 275 miliar, ekuitas negatif Rp 656 miliar, dan tidak memiliki likuiditas serta dukungan dana.
Kondisi pasar Istaka Karya di tahun yang sama dalam situasi hilangnya kepercayaan costumer dan mitra kerja. Perusahaan juga kesulitan memenuhi persyaratan tender dan susah mendapatkan proyek baru.
Memburuknya kondisi perusahaan, membuat sebagian karyawan Istaka Karya dialihkan secara bertahap ke Nindya Karya.