Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

OJK: Pandemi Covid-19 Telah Percepat Digitalisasi Sektor Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir dua tahun, telah mempercepat aktivitas digitalisasi keuangan

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in OJK: Pandemi Covid-19 Telah Percepat Digitalisasi Sektor Keuangan
TRIBUNNEWS.COM/RIA A
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida dalam diskusi Kompas CEO Forum bertajuk Membangun Ekosistem Digital yang Kompetitif di Jakarta, Selasa (5/11/2019). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir dua tahun, telah mempercepat aktivitas digitalisasi keuangan masyarakat Indonesia. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir dua tahun, telah mempercepat aktivitas digitalisasi keuangan masyarakat Indonesia.

"Pola konsumsi dan kehidupan masyarakat berubah secara dinamis. Masyarakat lebih digital minded," ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida secara virtual, Selasa (12/10/2021).

Peningkatan aktivitas digital keuangan, kata Nurhaida, tercermin dari volume transaksi digital sepanjang 2020 yang mengalami pertumbuhan 37,35 persen.

"Ini memunculkan inovasi keuangan digital dan industri fintech dengan beragam model bisnis," ucap Nurhaida

Menurutnya, dalam mendukung digitalisasi keuangan, OJK pun telah mengeluarkan kebijakan dan peraturan di sektor jasa keuangan. 

"Hal ini bertujuan untuk menjaga, mendukung, dan juga kembangkan ekonomi digital. Ini ditopang empat syarat utama, harus inovatif, kolaboratif, inklusif, dan juga menjaga aspek perlindungan konsumen maupun data," paparnya.

Baca juga: Cara Mudah Mengecek Pinjol Legal Serta Cara Melaporkan yang Ilegal ke Polisi dan OJK

Berita Rekomendasi

"OJK mengawali hal itu dengan roadmap inovasi keuangan digital dan juga rencana aksi yang berlaku pada 2020 hingga 2024," sambung Nurhaida.

OJK Mencatat Selama Pandemi Ada 2,3 Juta Investor Baru di Pasar Modal

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya investor baru di pasar modal, sebanyak 2,3 juta investor selama pandemi Covid-19.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara mengatakan, dengan penambahan investor sebanyak 2,3 juta ini maka jumlah investor kini menjadi 6,1 juta di pasar modal.

"Pertambahan investor ini, berdasarkan data Single Investor Identification (SID) yang dimiliki investor di pasar modal," kata Tirta dalam Webinar Wake Up call: Building Neo Economy Society, Senin (27/9/2021).

Suasana aktivitas di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2013). Dalam keterangannya pada Kuartal I OJK telah menunjukkan kinerja yang positif dalam rangka perbaikan kebijakan bidang ekonomi dan industri keuangan. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Suasana aktivitas di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2013). Dalam keterangannya pada Kuartal I OJK telah menunjukkan kinerja yang positif dalam rangka perbaikan kebijakan bidang ekonomi dan industri keuangan. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN)

Tirta juga menjelaskan, bahwa kategori investor baru ini di pasar modal berasal dari kelompok milenial khususnya generasi X dan Y yang saat ini mulai tertarik melakukan investasi di pasar modal.

"Dari data tersebut, memperlihatkan adanya momentum tingginya peminat yang ingin melakukan investasi pada usia produktif," kata Tirta.

Menurutnya, besarnya pangsa penduduk usia produktif yakni 15-64 tahun di Indonesia menjadi keyakinan bahwa Indonesia akan segera menuju masa keemasannya.

"Sehingga, hal ini tidak hanya menjadikan besarnya peran investor milenial di pasar modal, tetapi dari banyaknya anak-anak muda yang memotori unicorn yang berkembang pesat saat ini," katanya.

Indonesia sendiri, lanjut Tirta, saat ini sedang menikmati bonus demografi dengan banyaknya jumlah penduduk yang produktif tersebut, disadari atau tidak.

Penelitian Bank Dunia dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan rasio ketergantungan atau dependency ratio Indonesia akan mencapai titik terendah pada 2030, yaitu sebesar 46,9 persen.

Baca juga: OJK Segera Terbitkan Blueprint Transformasi Digital di Sektor Perbankan, Apa Saja Isinya?

"Namun demikian, perlu dicatat bahwa bonus demografi ini hanya akan menjadi keuntungan bagi Indonesia apabila ditopang dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai," tegas Tirta.

OJK Segera Terbitkan Blueprint Transformasi Digital di Sektor Perbankan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera menerbitkan blueprint transformasi digital perbankan yang bertujuan memberikan kerangka kerja yang seimbang antara inovasi dan keamanan perbankan.

Teguh Supangkat, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK mengatakan, ada beberapa kebijakan yang dituangkan dalam cetak biru transformasi digital tersebut. Pertama, menyangkut prinsip proteksi data dan kebijakan data transfer.

Lalu, kebijakan data governance, kebijakan tata kelola dan arsitektur teknologi informasi.

Selain itu ada kebijakan cyber security yang mengacu pada standard internasional. Kemudian, kebijakan outsourcing atau standar kerjasama bank dan pihak ketiga.

Selanjutnya arah tatanan institusi yang mendukung transformasi digital. "Cetak biru ini akan diluncurkan dalam waktu dekat," ujar Teguh pada OJK Innovation Day, Senin (11/10/2021).

Dia menekankan, blue print tersebut dibuat karena perkembangan digital banking dengan seluruh infrastruktur yang menyertainya tentu akan memicu tantangan sendiri dalam terinformasi bank digital ke depan.

Baca juga: Jumlah Penyelenggara Fintech Lending Turun Drastis, OJK Sebut Penyebabnya

OJK melihat terdapat sejumlah potensi resiko dan tantangan yang harus diantisipasi oleh bank dalam melakukan transformasi operasionalnya dari bisnis tradisional menjadi fully digital.

Potensi resiko tersebut terkait dengan data protection dan isu transfer data, resiko strategi yang muncul dari ketidakcocokan strategi IT, cyber security, kebocoran data nasabah, bias algoritma dalam pemanfaatan kecerdasan buatan.

Lalu, IT outsourcing, ketersediaan jaringan telekomunikasi, dan dukungan dari regulatory framework.

"Untuk menjalankan bisnis secara digital akan membutuhkan infrastruktur dan jaringan komunikasi. Kebutuhan itu harus didukung oleh dari sisi regulator yang supported agar bank bisa bergerak cepat dalam menyediakan suatu produk atau layanan digital dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian," pungkas Teguh.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas