CISDI: Kenaikan Cukai Rokok Berdampak Positif untuk Perekonomian
Menurut Teguh, wacana kenaikan cukai rokok selama ini selalu memicu pro dan kontra, di mana ada pihak menentang dengan alasan akan berdampak negatif
Editor: Muhammad Zulfikar
Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Sarno Kamis (21/10) menyebut target penerimaan cukai rokok hampir Rp 173 triliun tahun ini naik jadi Rp 193 triliun tahun depan.
Baca juga: Para Penghisap Rokok Ilegal Tanpa Pita Cukai Bikin Negara Merugi Rp 53 Triliun
Artinya target naik hampir Rp 20 triliun atau setara 11,56%.
Dengan kenaikan target penerimaan cukai rokok tahun depan, kenaikan tarif cukai rokok berpotensi lebih tinggi dari tahun ini.
Sebab, dengan rerata peningkatan tarif cukai rokok 2021 sebesar 12,5% saja, tambahan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tahun ini diperkirakan sebesar Rp 8,84 triliun.
Baca juga: Petani Tembakau Kirim Surat ke Presiden, Minta Jokowi Tolak Kenaikan Cukai Rokok
Asal tahu saja, target penerimaan cukai rokok 2021 sebesar Rp 173,78 triliun. Angka tersebut naik 5,35% dari target tahun 2020 sebesar Rp 164,94 triliun.
Baca juga: Cukai Rokok Bakal Naik Lebih Tinggi Tahun Depan
Sementara itu, per akhir Agustus 2021, realisasi penerimaan cukai rokok telah mencapai Rp 111,12 triliun, atau meningkat sebesar 17,73% year on year (yoy).
Pencapaian tersebut setara dengan 63,94% dari target akhir tahun ini.
Artinya, dalam di sisa empat bulan di tahun ini, pemerintah harus mengumpulkan penerimaan cukai rokok sebesar Rp 62,66 triliun untuk mencapai target tersebut.
Formula kenaikan tarif cukai rokok selama ini telah mengikuti rekomendasi organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO), yakni di atas target pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan sebesar 5,2% dan target inflasi sebesar 3% yoy. Sehingga, minimal kenaikan tarif cukai rokok 2022 sebesar 8,2%.
Baca juga: Federasi Serikat Pekerja RTMM SPSI Gagas Petisi Tolak Kenaikan Cukai Rokok
Namun demikian, Sarno menambahkan, kebijakan cukai rokok tahun depan masih akan mempertimbangkan aspek kesehatan, tenaga kerja, petani tembakau, pengendalian rokok ilegal, dan penerimaan negara.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian Ating Soekirman menambahkan, kebijakan cukai rokok tahun depan harus memerhatikan aspek industri.
Terlebih, industri hasil tembakau telah menyumbang lebih dari 10% penerimaan negara.
"Policy harus menyeimbangkan kepentingan isu industri, revenue, pertanian tembakau, tenaga kerja. Ini perlu diperhatikan karena industrinya juga merupakan tulang punggung dari PDB Indonesia," ujarnya.