Kebijakan PCR Diduga Dipengaruhi Mafia PCR, Pemerintah Diminta Usut Hingga Tuntas
Sebelumnya Menteri Perhubungan membuat surat edaran yang mewajibkan penumpang pesawat untuk rute di dari dan ke Jawa Bali wajib tes PCR.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aroma adanya permainan dalam kebijakan wajib PCR untuk penumpang pesawat semakin terasa.
Hal ini terjadi setelah pemerintah berubah-ubah dalam menurunkan kebijakan mengenai syarat penumpang pesawat.
Sebelumnya Menteri Perhubungan membuat surat edaran yang mewajibkan penumpang pesawat untuk rute di dari dan ke Jawa Bali wajib tes PCR.
Namun beberapa hari kemudian, pada Senin (1/11/2021) Menteri PMK Muhadjir Effendy tiba-tiba mencabut aturan tersebut dan menetapkan atauran yang berlaku seperti sebelumnya yaitu penumpang hanya diwajibkan menyertakan tes antigen.
Harga PCR dan antigen jauh berbeda. PCR tadinya sekitar Rp 500.000, kemudian diturunkan kadi Rp 300.000, sementara antigen hanya R
Baca juga: Kemenkes Isyaratkan Vaksinasi Covid-19 untuk Anak Usia 6-11 Tahun Dilakukan Tahun 2022
p 95.000, bahkan di stasiun kereta harganya hanya Rp 45.000 untuk penumpang kereta.
DPP Projo meminta Presiden Joko Widodo membasmi mafia PCR di tubuh pemerintahan.
Pasalnya, aturan wajib uji PCR bagi penumpang moda transportasi massal yang berubah-ubah semakin mengindikasikan adanya mafia PCR.
"Presiden Jokowi dapat segera bertindak. Beliau tahu mana kardus, mana kayu jati,” kata Ketua Satgas Nasional Gerakan Percepatan Vaksinasi Covid-19 DPP Projo Panel Barus dalam siaran pers Senin (1/11/2201).
Ia mempersoalkan syarat wajib PCR bagi penumpang moda transporasi baik darat, laut, maupun udara dianggap tidak jelas urgensinya.
Beban biaya tes PCR mencekik rakyat yang sedang susah dilanda pandemi Covid-19.
Di sisi lain Kementerian Perhubungan per 27 Oktober 2021 justru mewajibkan pengguna transportasi darat maksimal 250 km dan penyeberangan antarpulau wajib tes PCR melalui Surat Edaran Menhub Nomor 90.
Baca juga: Pengusaha Bus Anggap Aturan 250 Km Wajib PCR Cuma Lucu-lucuan
Menurut dia, tumpang tindih dan gonta-ganti aturan tes PCR membingungkan rakyat.
Ini menunjukkan ada upaya mempertahankan tes PCR yang tidak ada urgensinya. Padahal gerakan vaksinasi sudah massif, serta ada alat tes jenis lain yang jauh lebih murah.