Fasilitas Pegawai Perusahaan Berupa Mobil Hingga Rumah Bakal Dikenakan Pajak
Sehingga, semua fasilitas yang diterima oleh pegawai yang bukan berbentuk uang akan dihitung sebagai penghasilan
Editor: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mengenakan pajak pemberian fasilitas natura, sebagai bagian dari penghasilan kena pajak.
Kebijakan ini tertuang dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Sebagai gambaran, penghasilan natura yang diberikan oleh perusahaan seperti fasilitas rumah, mobil, laptop hingga handphone bagi pegawai perusahaan. Sebelumnya, yang mendapatkan fasilitas ini tidak dikenakan pajak atau bukan dianggap penghasilan.
"Contoh misalnya saya orang sangat kaya punya 13 perusahaan. Saya nggak pernah terima gaji dari perusahaan saya. Tapi saya minta mobil, rumah dan fasilitas lainnya. Karena fasilitasnya bukan uang maka selama ini tidak dihitung sebagai penghasilan dan saya tidak punya penghasilan saat mengisi SPT. Nah ini sekarang yang diubah," ujar Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal, Rabu (3/11/2021).
Menurutnya, dalam UU HPP natura tak lagi tergolong fasilitas non-taxable dan non-deductable atau tak dipajaki untuk pekerja dan tak bisa dikurangi dari beban pajak pemberi kerja. Dengan demikian, ia menyebut fasilitas natura bakal dipajaki.
Kendati demikian, Yon menyebut hingga kini pihaknya belum bisa memastikan perhitungan pajak natura dan fasilitas apa saja yang bakal dipajaki.
Baca juga: CARA Bayar Pajak Motor Online Hanya Melalui Ponsel, Simak Prosedurnya Berikut Ini
Namun, ia menekankan misalnya penghasilan yang dihitung bukan harga mobil yang didapat sebagai fasilitas. Melainkan diperkirakan sebagai mobil disewakan oleh perusahaan dengan menghitung penyusutan.
"Jadi berapa harga sewa seharusnya atau biaya pengantian seharusnya. Jadi itu penghasilan. Buat saya sebagai penerima (fasilitas) jadi penghasilan dan buat perusahaan bisa dibebankan," kata Yon.
Di sisi lain, Yon menjelaskan aturan tersebut dilakukan karena saat ini pengenaan pajak bagi wajib pajak orang pribadi dan badan berbeda. Sebab, bagi wajib pajak orang pribadi kenakan tarif progresif dan badan dikenakan 22%.
Sehingga, semua fasilitas yang diterima oleh pegawai yang bukan berbentuk uang akan dihitung sebagai penghasilan. Dengan demikian maka akan dikenakan pajak sesuai dengan perhitungan PPh secara umum dengan tarif pajak progresif.
Meski demikian, ia menekankan ada lima penerima natura yang dikecualikan dari fasilitas ini. Pertama penyedia makan/minum, bahan makanan/minuman bagi seluruh pegawai.
Kedua, natura di daerah tertentu yang memiliki potensi ekonomi tetapi tergolong sulit dijangkau menggunakan alat transportasi. Ketiga, natura karena keharusan pekerjaan seperti alat keselamatan kerja atau seragam.
Keempat, natura yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes. misalnya Pejabat negara. Kelima, natura dengan jenis dan batasan tertentu.
Penerima Natura yang Dikecualikan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal menarik pajak terhadap fasilitas yang diterima karyawan dari tempatnya bekerja.
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal mengatakan, pengenaan pajak terhadap fasilitas ini dilakukan seiring dengan diubahnya aturan terkait penghasilan natura.
Sebelumnya, natura tidak dikenakan pajak lantaran dianggap bukan penghasilan.
Sebagai informasi, penghasilan natura adalah fasilitas/kenikmatan yang diberikan, baik berupa mobil, rumah, ponsel hingga barang lainnya.
"Karena fasilitasnya bukan uang maka selama ini tidak dihitung sebagai penghasilan dan tidak punya penghasilan saat mengisi SPT. Ini yang diubah," kata Yon Arsal dalam Sosialisasi UU HPP, di Denpasar, Bali, Rabu (3/11/2021).
Baca juga: Sempat Menunggak, Rachel Vennya Baru Bayar Pajak Kendaraan Usai Mobilnya Viral
Yon menjelaskan, pengaturan diubah lantaran tarif pajak antara orang pribadi dengan tarif pajak perusahaan berubah seiring disahkannya UU HPP.
Tarif pajak badan dikenakan 22 persen, sedangkan tarif pajak orang pribadi (OP) bersifat progresif yang terdiri dari 5 lapisan. Dengan perubahan baru, penghasilan natura bakal dikenakan tarif pajak progresif.
"Misalnya saya orang sangat kaya kemudian saya punya 13 perusahaan. Saya enggak terima gaji dari perusahaan, tapi dari perusahaan 1 saya minta mobil, dari perusahaan 2 saya minta fasilitas rumah. Sekarang kan tarif pajaknya sudah beda nih, jadi 22 persen, OP mungkin saya masuk ke 35 persen," ucap Yon.
Namun, Yon menegaskan, pajaknya tidak dihitung dari harga mobil atau harga rumah yang didapat. Untuk fasilitas rumah misalnya, DJP akan menghitung pajak dari perkiraan biaya sewa rumah.
"Nanti kita hitung aturannya terkait berapa harga sewa seharusnya atau minimalnya atau harga penggantian yang sewajarnya, lah. Nah itulah yang menjadi penghasilan," pungkas Yon.
Di sisi lain, ada beberapa penerima natura yang dikecualikan, yaitu penyediaan makanan/minuman atau makanan/minuman bagi seluruh pegawai, natura di daerah tertentu, natura karena keharusan pekerjaan seperti seragam, natura yang bersumber dari APBN/APBD/APBDes, dan natura dengan jenis dan batasan tertentu.
Baca juga: Tanda Bukti Pelunasan Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor Bakal Berubah Menjadi Stiker Hologram
Realisasi Restitusi Pajak Tembus Rp 160,75 Triliun di Akhir September
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, realisasi pengembalian pajak atawa restitusi pajak hingga akhir September 2021 mencapai Rp 160,75 triliun. Hal ini sejalan dengan perekonomian Indonesia yang masih dalam tahap pemulihan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu Neilmaldrin Noor mengatakan pencapaian restitusi pajak tersebut tumbuh 12,27% year on year (yoy).
“Namun apabila dibandingkan dengan bulan yang sama, restitusi bulan September 2021 turun 11,69% yoy dibandingkan periode yang sama tahun 2020,” kata Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Senin (1/11).
Lebih lanjut, Neilmaldrin menyebut secara nominal per jenis pajak, restitusi masih didominasi oleh pajak pertambahan nilai dalam negeri atau PPN DN sebesar Rp107,25 triliun, tumbuh 9,29% yoy.
Sisanya berasal dari restitusi pajak penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan sebesar Rp 45,51 triliun, melonjak 17,2% secara tahunan.
Baca juga: Pengesahan HPP Diharapkan Genjot Sektor Perpajakan
Adapun secara kumulatif selama Januari sampai dengan September 2021, ketiga jenis restitusi meningkat. Pertama, realisasi restitusi normal tumbuh 4,79% yoy. Kedua, restitusi dipercepat tumbuh 28,67% yoy. Ketiga, restitusi yang bersumber dari upaya hukum tumbuh 13,86% secara tahunan.
“Secara nominal, restitusi normal dan dipercepat pada bulan September menunjukkan kenaikan dibandingkan bulan Agustus. Sementara itu restitusi upaya hukum menunjukkan penurunan dibandingkan bulan Agustus,” ujar Neilmaldrin.
Kendati restitusi pajak melonjak, penerimaan pajak sampai dengan akhir September 2021 masih menunjukkan tren positif dengan realisasi Rp 850,06 triliun. Angka tersebut tumbuh 13,25% dibandingkan periode sama tahun lalu.
Begitu pula dengan pencapaian PPh Pasal 25/29 Badan sebesar Rp 128,35 triliun, tumbuh 7% yoy. Kemudian, PPN DN senilai Rp 205,93 triliun, naik 13,9% yoy. (Kontan/Kompas.com/Tribunnews.com)