Demi Bayar Utang, Pada 2025 Waskita Karya Diperkirakan Tak Miliki Aset Jalan Tol Lagi
Utang sebesar Rp 53 triliun hingga Rp 54 triliun yang terus membebani perusahaan tersebut menjadi sebabnya.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) diperkirakan tak akan memiliki aset jalan tol lagi pada 2025.
Pasalnya, perusahaan milik negara ini segera menjual semua aset jalan tolnya.
Utang sebesar Rp 53 triliun hingga Rp 54 triliun yang terus membebani perusahaan tersebut menjadi sebabnya.
Direktur Utama Waskita Karya, Destiawan Soewardjono menyebut pinjaman investasi jalan tol sehingga, ruas tol harus dilepas untuk mengembalikan pinjaman tersebut.
"Utang yang ditimbulkan oleh investasi jalan tol ini setidaknya mencapai Rp 53 triliun-Rp 54 triliun," ujar Destiawan dalam konferensi pers virtual, Kamis (4/11/2021).
Baca juga: Tiga Bank BUMN Bersindikasi Gelontor Dana Rp 8,02 T ke Waskita Karya
Rencana divestasi WSKT telah dicanangkan sampai dengan 2022.
Tapi, rencana ini tertunda akibat pandemi Covid-19.
Di sisi lain, periode yang panjang ini sejalan dengan proses pekerjaan pembangunan tol yang masih berjalan.
"Jika ruas tolnya sudah selesai akan terlihat trafiknya, sehingga ini akan lebih memudahkan dalam proses negosiasi," ujar dia.
Destiawan memaparkan, Tol Becakayu saat ini masih dalam proses pembangunan dan ditargetkan bisa terhubung dan beroperasi hingga Bekasi Barat dan Tambun pada 2023.
Baca juga: Dirut Waskita Karya dan Petinggi Bank Mandiri Bicara Adaptasi Perusahaan Selama Masa Pandemi
Selanjutnya, tol Trans Sumatra untuk seksi Kayuagung-Palembang-Bitung juga ditargetkan dapat rampung pada tahun yang sama.
"Tentunya proses transaksi sambil bertahap di akhir tahun 2022 kami tawarkan, 2023 akan terjadi deal transaksi," imbuh Destiawan.
Kendati begitu, Destiawan mengungkapkan bahwa pihaknya masih terbuka untuk berinvestasi di jalan tol dalam skala minoritas.
Dia mencontohkan saat ini pihaknya juga masuk dalam proyek tol seperti ruas tol Jogja-Bawen sebagai minoritas.
Baca juga: Restrukturisasi Penyelamatan Waskita Karya
Hingga September 2021, WSKT telah melepas empat ruas tol dengan perolehan dana Rp 6,8 triliun.
Destiawan menyebut, pihaknya juga dekonsolidasi utang senilai Rp 6 triliun, sedangkan sisanya merupakan margin usaha.
Selain divestasi, emiten pelat merah ini juga akan melaksanakan rights issue sebagai skema penyertaan modal negara (PMN).
Sekadar mengingatkan, WSKT bakal dapat suntikan Rp 7,9 triliun dari APBN untuk menyelesaikan 7 ruas tol.
Nantinya, PMN ini akan masuk ke Waskita Karya melalui rights issue karena berstatus perusahaan terbuka.
Walau ada suntikan modal, Waskita akan tetap mempertahankan komposisi pemegang saham saat ini yaitu pemerintah 66% dan publik 34%.
Nah, dia bilang jika PMN sekitar Rp 7,9 triliun, maka nilai saham yang ditawarkan ke publik yaitu kurang lebih Rp 4 triliun.
Dapat Sasilitas pinjaman Sindikasi
Sebelumnya, Waskita Karya menandatangani perjanjian penjaminan pemerintah dengan Kementerian Keuangan dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) tentang penyelesaian pinjaman sindikasi.
Melalui perjanjian ini, Waskita memperoleh persetujuan penjaminan pemerintah atas fasilitas pinjaman sindikasi sebesar Rp 8,07 triliun.
Asisten Deputi Bidang Jasa Infrastruktur Kementerian BUMN, Hendrika Nora Osloi Sinaga menuturkan, Kementerian BUMN senantiasa memberikan dukungan dan melakukan monitoring atas program-program yang sedang dijalankan saat ini.
“Kami yakin dengan kordinasi yang baik dapat mewujudkan Waskita untuk kembali kuat, kokoh dan sehat untuk dapat mendukung pembangunan ekonomi dan pembangunan nasional,” ujar Hendria dalam siaran pers, Senin (1/11).
Direktur Utama Waskita Karya Destiawan Soewardjono mengungkapkan bahwa penandatanganan ini merupakan rangkaian dari seluruh proses negosiasi dengan para kreditur.
Perjanjian penjaminan ini juga merupakan tindak lanjut atas master restructuring agreement (MRA) Waskita.
Dengan adanya penjaminan pemerintah, maka plafon fasilitas kredit bank yang sebelumnya telah ditandatangani dengan bank-bank Himbara akan berlaku efektif.
"Bagi kami, penandatanganan ini merupakan bentuk konkret dukungan fiskal pemerintah terhadap Waskita Karya," ujar Destiawan.
Sebagai informasi, fasilitas ini dijamin oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.211/PMK.08/2020.
Destiawan menjelaskan, dukungan ini akan memberikan tambahan modal kerja bagi WSKT dalam rangka perolehan kas dari termin proyek.
Selain itu, utang vendor secara bertahap akan terbayar sehingga total exposure utang akibat penjaminan pemerintah dan fasilitas bank ini akan menurun.
DIa bilang, penjaminan ini juga merupakan bagian dari pelaksanaan 8 streams penyehatan Waskita Karya dan sudah terealisasi 100% untuk penjaminan sehingga keuangan perseroan semakin baik. Bahkan, disebutnya sejumlah proyek terakselerasi dengan pesat.
Sekadar mengingkatkan, WSKT menandatangani perjanjian kredit sindikasi pada Senin (25/10).
Kredit sindikasi ini berasal dari tiga bank pelat merah yang merupakan pihak terafiliasi, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI).
Fasilitas kredit modal kerja dengan nilai pokok Rp 8,08 triliun ini bersifat bergulir transaksional yang disediakan oleh kreditur sindikasi untuk WSKT.
Fasilitas kredit tersebut diperoleh perusahaan dengan penjaminan pemerintah dalam rangka pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional.
Adapun sublimit dari sindikasi kredit tersebut yaitu kredit nontunai dalam bentuk letter of credit (LC) atau surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN) atau standby letter of credit (SBLC).
Fasilitas kredit nontunai tersebut disebut noncash loan sebesar Rp 6,27 triliun. Kedua, supplier financing sampai sebesar Rp 6,27 triliun.
Tujuan penggunaan fasilitas kredit tersebut sebagai modal kerja serta untuk pelaksanaan proyek dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.