Pekerja Indonesia Diduga Jadi Korban Kerja Paksa di Malaysia, AS Yang Bertindak
Dugaan praktik perbudakan tersebut bukan datang dari Malaysia atau negara asal pekerjanya Indonesia dan India, tetapi dari Amerika
Editor: Hendra Gunawan
CBP yang tidak mengeluarkan total impor yang dilakukan FGV menyebut, larangan impor ini tidak akan berdampak signifikan pada total impor minyak sawit dan produk minyak sawit AS.
Adapun impor produk minyak sawit AS capai 147 miliar dolar AS sejak Agustus 2018, kata CBP melalui email.
Terjadi di Pabrik Sarung Tangan Juga
Selain terjadi pada pabrik minyak sawit, dugaan kerja paksa juga terjadi pada industri lainnya di Malaysia.
Otoritas bea cukai AS kembali melarang impor dari sebuah perusahaan sarung tangan Malaysia karena dugaan praktik kerja paksa.
Perusahaan bernama Smart Glove ini adalah perusahaan kelima yang masuk daftar hitam AS dalam 15 bulan terakhir.
Dilansir dari Reuters, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS pada hari Kamis (4/11/2021) mengeluarkan kebijakan "Withhold Release Order" yang melarang impor dari Smart Glove dan kelompok perusahaannya.
Dalam pernyataannya, CBP mengatakan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada bukti yang masuk akal yang menunjukkan fasilitas produksi Smart Glove menggunakan kerja paksa.
Smart Glove merupakan perusahaan yang membuat sarung tangan karet untuk industri medis dan makanan.
Smart Glove masih belum berkomentar soal ditutupnya pintu impor oleh AS.
Pabrik-pabrik Malaysia semakin diawasi ketat atas tuduhan dari kelompok hak asasi dan pekerja yang melakukan pelecehan terhadap karyawan asing, yang merupakan bagian penting dari tenaga kerja manufaktur.
Perusahaan yang dipantau bergerak di berbagai sektor, mulai dari minyak kelapa sawit hingga sarung tangan medis dan komponen iPhone Apple.
CBP mengatakan penyelidikannya mengidentifikasi 7 dari 11 indikator kerja paksa yang ditetapkan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Smart Glove, tetapi tidak mengatakan yang mana yang ditemukan.
Beberapa indikator yang tertuang dalam peraturan ILO antara lain mengenai jam kerja yang berlebihan, jeratan utang, kekerasan fisik dan seksual, kondisi kerja dan kehidupan yang sewenang-wenang.