Produktif di Usia Muda, Petani Milenial Binaan Pupuk Kaltim Ini Jadi Pahlawan Masa Kini
Sektor pertanian kini banyak memancing minat sebagian milenial untuk terjun karena dinilai memiliki prospek yang sangat baik.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Ia menambahkan, misi yang ia miliki pun sama dengan apa yang tengah dibidik Pupuk Kaltim, yakni mengajak lebih banyak generasi muda untuk terlibat dan memajukan sektor pertanian tanah air.
Di Indonesia, khususnya di desa tempat ia bertani, terdapat lahan yang sangat potensial untuk ditanam berbagai macam komoditas.
Ia pun mengajak para milenial untuk bisa sukses bersama memajukan ekonomi secara mandiri, dan bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.
"Melihat program Makmur ini, saya yakin akan lebih banyak generasi muda yang mau terjun di dunia pertanian. Apalagi di Desa Mayangan ini ada 150 hektare lahan potensial yang siap digarap dan dikembangkan kedepannya," tegas Iqbal.
Lalu apakah selama ini ada kendala dalam pengelolaan lahan yang digarapnya?
Kendati memiliki potensi yang sangat besar untuk digarap, Iqbal pun tidak memungkiri bahwa tiap upaya pasti akan menghadapi kendala.
Inilah yang turut ia hadapi saat bertani di Desa Mayangan, karena kendalanya pun cukup banyak, mulai dari ketersediaan lahan hingga biaya produksi yang tinggi.
Di sana, rata-rata petani tidak memiliki lahan sendiri, mereka hanya menggarap TKD dengan sistem sewa di depan.
Kondisi dilematis inilah yang membuat mayoritas petani setempat selalu merasa khawatir, karena jika hasil produksi mereka tidak sesuai dengan target, maka tentunya upaya mereka ini hanya akan berujung pada kerugian.
Tantangan yang mereka hadapi pun tidak hanya itu, ada pula ketersediaan pupuk dengan harga yang kian melonjak, ini secara otomatis turut mempengaruhi pendapatan mereka di luar biaya produksi lainnya.
Melihat kondisi sulit para petani setempat, Iqbal pun mulai aktif menyuarakannya dalam Asosiasi Petani Semangka Desa Mayangan.
Menjadi 'penyambung lidah' para petani yang khawatir terhadap masa depan usaha mereka inilah yang akhirnya membuat Iqbal mengenal 'Program Makmur Pupuk Kaltim' bersama Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Jember.
Program ini yang kemudian membantu para petani setempat termasuk dirinya memperoleh pembinaan agar dapat mengoptimalkan produktivitas pertanian di desa itu.
Ia pun mengakui bahwa sebagai petani milenial, dirinya sempat merasa ragu untuk bergabung.
Namun saat melihat hasil produksi komoditas padi dan jagung di daerah lain memuaskan setelah ikut program ini, ia akhirnya mencoba peluang tersebut.
"Awalnya sempat ragu, tapi melihat hasil produksi padi dan jagung di wilayah lain bisa maksimal dengan pembinaan Pupuk Kaltim bersama KTNA, jadi tidak ada salahnya dicoba," papar Iqbal.
Setelah bergabung dengan program tersebut, beberapa waktu berlalu dan ia kemudian melihat adanya perubahan secara signifikan pada hasil pertanian semangka yang dikelolanya.
Demi bisa menjadi petani unggul dan mandiri, Iqbal pun mendapatkan beragam kemudahan dengan pendampingan secara berkala.
Mendapatkan peluang ini, ia langsung memanfaatkan dan memadukannya dengan ilmu Agroteknologi yang ia miliki.
"Saya bisa mencapai hasil yang lebih maksimal dari Program Makmur, biaya produksi pun bisa saya tekan. Itu salah satu keunggulannya dan ini sudah panen kedua sejak ikut program," kata Iqbal.
Terkait pupuk yang digunakan dalam pengelolaan lahannya, Iqbal menggunakan produk non subsidi Pupuk Kaltim yakni Urea Daun Buah, NPK Pelangi 16-16-16 dan 20-10-10, serta pupuk hayati Ecofert.
Ia pun sangat senang saat momen panen pertama, karena dirinya langsung melihat hasil panen yang sangat berbeda dibandingkan ketika masih menggunakan pupuk subsidi maupun produk sejenis lainnya.
Menurutnya, sebagai pupuk majemuk slow release, NPK Pelangi sangat bagus untuk pertumbuhan daun, batang dan buah tanaman, sehingga pertumbuhan buah semangka pun menjadi lebih besar.
Tidak hanya itu, kata dia, ketahanan tanaman juga menjadi lebih baik, karena NPK Pelangi memiliki Diammonium Phosphate (DAP) yang sangat bagus untuk tanaman.
DAP merupakan pupuk berbentuk butiran yang telah banyak diaplikasikan dalam sektor pertanian.
Iqbal kemudian menyebutkan perbedaan signifikan lainnya yang bisa dihasilkan saat beralih menggunakan NPK Pelangi.
Dirinya hanya bisa mendapatkan buah semangka Grade A dengan berat lebih dari 4 kilogram (kg) saat pemetikan pertama dari momen tiga kali petik dalam satu masa panen.
Selanjutnya, ukuran buah yang dihasilkan menjadi lebih kecil pada kategori Grade B dengan berat sekitar 3,5 hingga 4 kg, atau Grade C dengan berat dibawah 3,5 kg.
Kendati ukuran buah yang dipetik menyusut bobotnya, namun pupuk ini tetap memberikan nutrisi pada buah yang akan dipanen selanjutnya.
"Tapi karena NPK Pelangi slow release, ketersediaan pupuk dalam tanah selalu ada. Jadi tetap memberi nutrisi untuk hasil panen selanjutnya dengan buah yang masih besar," tutur Iqbal.
Manfaat lainnya yang ia peroleh dari penggunaan pupuk non subsidi Pupuk Kaltim adalah dapat menekan biaya produksi.
Ia menjelaskan bahwa NPK Pelangi tidak hanya lebih murah jika dibandingkan produk non subsidi sejenisnya, namun juga pengaplikasiannya pada lahan pertanian tergolong lebih hemat.
Perlu diketahui, untuk satu kali masa tanam hingga panen, Iqbal mampu menghemat biaya produksi mencapai hingga 20 persen.
Peningkatan hasilnya pun antara 17 hingga 20 persen, sementara rata-rata panennya sekitar 35 hingga 40 ton per hektare dari capaian sebelumnya yang mencapai maksimal 30 ton per hektare.
"Rata-rata buah yang dihasilkan bisa mencapai 7 hingga 10 kg di panen pertama, lalu 4 hingga 7 kg saat panen kedua dan ketiga. Akhirnya banyak petani sekitar yang tanya dan mulai pakai produk Pupuk Kaltim juga," pungkas Iqbal.
Kesuksesan bertani yang dijalaninya bersama Pupuk Kaltim, tentu turut menarik perhatian para petani lainnya di wilayahnya.
Mereka pun kini mulai menggunakan produk pupuk non subsidi dari perusahaan ini dan menjalani proses untuk menjadi petani maju dan mandiri.