Kementerian ESDM Dorong Pemanfaatan EBT Hingga 23 Persen di 2025
Listrik yang terjangkau oleh masyarakat diklaim akan mendorong pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan industri dan tidak membebani masyarakat.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Menurut Jisman, Kementerian ESDM terus mendorong pemanfaatan EBT mencapai 23 persen di 2025 nanti.
Untuk meminimalisir penggunaan bateri, maka harus memanfaatkan waduk dan untuk menurunkan efek rumah kaca maka digunakan batubara dan biogas.
“Di RUPTL baru kami tidak ada perencanaan batubara, tidak menjadi opsi lagi,” ucapnya. Lebih jauh dia mengungkapkan, pada RUPTL 2021-2031 ada penambahan 40,6 gigawatt.
Diantaranya 10,4 gigawatt dari PLTA, PLTB 59 gigawatt, panas bumi 3,3 gigawatt dan tenaga surya 4,7 gigawatt dan sumber lainnya.
Dikatakan dia, pada 2060 nanti Indonesia menuju zero emisi. Untuk menuju kesana, peta jalan trasisi energi menuju karbon netral di antaranya: pembuatan UU EBT di 2022, pada 2025 EBT 23 persen, pada 2027 penurunan impor LPG secara bertahap, 2030 EBT 26,5 persen hingga 2060 EBT 100 persen dengan dominasi PLTS dan angin.
“PLTU/ PLTGU tidak ada tambahan, tambahan pembangkit EBT 2030 didominasi PLTS diikuti PLTB dan PLTAL. PLTP dimaksimalkan hingga 75 persen dan PLTA dimaksimalkan,” terangnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, defisit neraca dagang disumbang oleh sektor migas karena tingkat impor untuk sektor tersebut tinggi. Kendati hingga 2050 nanti Indonesia masih bergantung pada fosil.
“Secara paralel EBT harus dikembangkan, tetapi tidak bisa kemudian selamat tinggal fosil,” katanya.
Ia menyebut, target EBT di 2025 mencapai 23 persen. Tentu sisanya 25 persen dari minyak bumi dan batubara 30 persen.
Indonesia, menurut dia, memiliki potensi panas bumi yang luar biasa kendati data pemerintah tingkat konsumsi energi di 2050 tertinggi dari fosil.
“Pengembangan EBT harus terus didorong, tapi jangan kemudian percepatan ini langsung meninggalkan fosil. Karena sampai 2050, data pemerintah konsumsi masih besar dari fosil. Ini untuk apa? Agar tidak membebani neraca ekonomi kita,” katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.