Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kementerian ESDM Dorong Pemanfaatan EBT Hingga 23 Persen di 2025

Listrik yang terjangkau oleh masyarakat diklaim akan mendorong pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan industri dan tidak membebani masyarakat.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Kementerian ESDM Dorong Pemanfaatan EBT Hingga 23 Persen di 2025
Tribun Medan/Ryan
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah terus mendorong terwujudnya ketahanan energi nasional dengan menuangkannya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014.

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu menuturkan, ketahanan energi meliputi ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi dengan harga terjangkau dalam jangka panjang dengan memperhatikan aspek perlindungan lingkungan hidup.

“Akses kita telah memiliki untuk menjangkau masyarakat tidak hanya di kota, tetapi juga mereka yang berada di pinggiran,” ujarnya saat webinar bertajuk "Energi Bangkitkan Ekonomi di Tengah Pandemi, Rabu (24/11/2021).

Listrik yang terjangkau oleh masyarakat, kata dia akan mendorong pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan industri dan tidak membebani masyarakat. Selain ada ketersediaan energi, juga harus ramah lingkungan.

“Kondisi kelistrikan nasional ada tiga siaga di Bangka, Manokwari dan Nusa Tenggara Timur (NTT),” kata Jisman.

Baca juga: Kejar Target EBT, PGN Konversi Gas untuk Transisi Menuju Energi Terbarukan

Untuk Bangka, lanjutnya, mengalami pengurangan. Kendati pemerintah tengah menyiapkan kabel laut untuk mensuplai listrik ke Bangka. Yang diperkirakan energi akan bertambah dua kali lipat untuk wilayah Bangka.

Baca juga: Butuh Dana Rp 429 Triliun untuk Transisi PLTU Batubara ke Energi Terbarukan

Berita Rekomendasi

“Kita tengah kebut untuk kabel bawah laut dan nanti bisa mensuplai 2 kali lipat energi ke Bangka. Demikian pula Manokwari dan NTT,” ungkap Jisman

Ia menyebut energi listri saat ini ada 73,7 gigawatt dengan kepemilikan oleh PLN 60 atau 43 gigawatt.

Untuk jenisnya sendiri ada 50 persen PLTU atau 37 gigawatt, PLTG 28 persen, PLTD 7 persen, EBT 11 persen.

Baca juga: Indonesia Perlu Transisi Energi Fosil ke Energi Terbarukan Agar Capai NZE Pada 2060

“Untuk rasio elektriikasi 100 persen di 2022, saat ini baru 99,4 persen, kami melaksanakan program bantuan pasang baru listrik (PBL) 450 VA bagi rumah tangga miskin,” ujar Jisman.

Ia menuturkan, pertumbuhan listrik saat ini cukup baik. Namun saat awal pandemi 2019 menurun hingga -0,8 persen.

Untuk itu, menurut Jisman, pihaknya tengah mengajukan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) baru. RUPTL 2019 pertumbuhan demand 6,4 persen.

“Untuk di 2021, berdasarkan pertumbuhan ekonomi kita tetapkan 4,9 persen. Apabila kita gunakan RUPTL lama, maka akan terjadi oversuplai dan menimbulkan cos,” imbuhnya.

Menurut Jisman, Kementerian ESDM terus mendorong pemanfaatan EBT mencapai 23 persen di 2025 nanti.

Untuk meminimalisir penggunaan bateri, maka harus memanfaatkan waduk dan untuk menurunkan efek rumah kaca maka digunakan batubara dan biogas.

“Di RUPTL baru kami tidak ada perencanaan batubara, tidak menjadi opsi lagi,” ucapnya. Lebih jauh dia mengungkapkan, pada RUPTL 2021-2031 ada penambahan 40,6 gigawatt.

Diantaranya 10,4 gigawatt dari PLTA, PLTB 59 gigawatt, panas bumi 3,3 gigawatt dan tenaga surya 4,7 gigawatt dan sumber lainnya.

Dikatakan dia, pada 2060 nanti Indonesia menuju zero emisi. Untuk menuju kesana, peta jalan trasisi energi menuju karbon netral di antaranya: pembuatan UU EBT di 2022, pada 2025 EBT 23 persen, pada 2027 penurunan impor LPG secara bertahap, 2030 EBT 26,5 persen hingga 2060 EBT 100 persen dengan dominasi PLTS dan angin.

“PLTU/ PLTGU tidak ada tambahan, tambahan pembangkit EBT 2030 didominasi PLTS diikuti PLTB dan PLTAL. PLTP dimaksimalkan hingga 75 persen dan PLTA dimaksimalkan,” terangnya.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, defisit neraca dagang disumbang oleh sektor migas karena tingkat impor untuk sektor tersebut tinggi. Kendati hingga 2050 nanti Indonesia masih bergantung pada fosil.

“Secara paralel EBT harus dikembangkan, tetapi tidak bisa kemudian selamat tinggal fosil,” katanya.

Ia menyebut, target EBT di 2025 mencapai 23 persen. Tentu sisanya 25 persen dari minyak bumi dan batubara 30 persen.

Indonesia, menurut dia, memiliki potensi panas bumi yang luar biasa kendati data pemerintah tingkat konsumsi energi di 2050 tertinggi dari fosil.

“Pengembangan EBT harus terus didorong, tapi jangan kemudian percepatan ini langsung meninggalkan fosil. Karena sampai 2050, data pemerintah konsumsi masih besar dari fosil. Ini untuk apa? Agar tidak membebani neraca ekonomi kita,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas