Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Diukur dari Laju Inflasi, Upah Riil Buruh Sebenarnya Malah Turun, Bukan Naik

Sekjen OPSI menyatakan, kenaikan upah minimum tahun 2022 dengan formulasi di PP 36 tahun 2021 akan berada di bawah laju inflasi.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Diukur dari Laju Inflasi, Upah Riil Buruh Sebenarnya Malah Turun, Bukan Naik
Tribun Jabar/GANI KURNIAWAN
Ribuan buruh dari berbagai serikat buruh di Jawa Barat menggelar unjuk rasa di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (29/11/2021). Aksi tersebut dalam rangka mengawal penetapan Upah Minimun Kota/Kabupaten (UMK) 2022 yang akan disahkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Ribuan buruh ini mendesak Ridwan Kamil agar mengesahkan UMK 2022 sesuai rekomendasi dari 27 wali kota dan bupati se-Jabar. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang hanya naik minim belum berarti akan serta merta menarik investor. Upah yang rendah akan berimbas pada daya beli masyarakat yang menurun.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai, investor tentu juga akan mempertimbangkan daya beli masyarakat dalam melakukan ekspansi bisnisnya.

"Kalau daya beli masyarakat rendah bagaimana barang dan jasa yang diproduksi akan dikonsumsi? Tentunya daya beli yang rendah akan menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi akan kurang laku," ujarnya.

"Barang akan ditaruh di gudang dan jasa tidak dibeli. Kan ini artinya masalah bagi investor," kata Timboel saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (2/12/2021).

Timboel menyebut, kenaikan upah minimum tahun 2022 dengan formulasi di PP 36 tahun 2021 memang akan di bawah laju inflasi. Dengan demikian, upah riil buruh menurun walaupun upah nominal naik.

Baca juga: Buruh Bekasi: UU Cipta Kerja Inkonstitusional, Tak Layak Jadi Acuan Penetapkan UMK

Namun yang perlu menjadi perhatian, apabila upah riil menurun maka daya beli masyarakat dikhawatirkan juga akan menurun, hingga akan mendorong rata-rata konsumsi per kapita ikut turun.

"Bila daya beli menurun maka akan berdampak pada pergerakan barang dan jasa yang dikonsumsi menurun, sehingga akan menyebabkan investasi melemah. Investor masuk ke Indonesia karena Indonesia dilihat memiliki pasar yang besar karena jumlah penduduk yang besar," imbuhnya.

Baca juga: Sah! Ini Besaran UMK untuk 27 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat

BERITA TERKAIT

Pasalnya, jumlah penduduk yang besar jika tidak dibarengi daya beli yang baik akan menyebabkan pasar tidak berkualitas, dan akan menyurutkan investasi.

Timboel menambahkan, struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia 56% disumbang konsumsi masyarakat. Jika konsumsi masyarakat menurun maka pertumbuhan ekonomi menurun.

Hingga akhirnya menyebabkan pengangguran terbuka meningkat dan kemiskinan meningkat.

Kata dia, Menteri Ketenagakerjaan selalu bilang rumus kenaikan upah minimum menggunakan rumus PP 36/2021 akan menurunkan kesenjangan antara daerah yang upah minimumnya kecil dan daerah yang upah minimumnya tinggi.

"Pernyataan ini salah besar karena daerah yang upah minimumnya rendah pun mengalami kenaikan upah minimum yang juga rendah baik persentase maupun nominalnya sehingga justru rumus PP 36 akan menciptakan kesenjangan lebih besar lagi," ujarnya.

Ia memberi contoh kenaikan UMP di Jawa Tengah lebih kecil dari kenaikan UMP di daerah dengan UMP yang lebih besar.

Alhasil kenaikan upah minimum yang kecil di daerah dengan upah minimum rendah seperti Jawa Tengah akan menyebabkan konsumsi masyarakat semakin tertekan dan akibatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut menurun.

Halaman
123
Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas