Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Investor Asing Gencar Akuisisi Bank di Indonesia, Jelang Akhir 2021 Dominasinya Semakin Kuat

Setelah memburu bank besar hingga bank menengah, belakangan ini bank kecil juga menjadi incaran para pemodal dan investor asing.

Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Investor Asing Gencar Akuisisi Bank di Indonesia, Jelang Akhir 2021 Dominasinya Semakin Kuat
IST
ILUSTRASI. Merger Akuisisi. Investor Asing Gencar Akuisi Bank di Indonesia, Jelang Akhir 2021 Dominasinya Semakin Kuat 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dominasi investor asing di industri perbankan Tanah Air makin menguat.

Setelah memburu bank besar hingga bank menengah, belakangan ini bank kecil juga menjadi incaran para pemodal dan investor asing.

Di bank besar, Bank Permata yang tadinya blasteran, yakni Astra International dan Standard Chartered, sudah murni dimiliki asing karena sudah dibeli oleh Bangkok Bank pada tahun 2020.

Lalu KB Kookmin asal Korea Selatan mencaplok Bukopin.

Bank besar hingga menengah tak luput dari incaran asing. Maklum margin perbankan Indonesia masih paling tinggi di kawasan.

Kini bank kecil juga makin gemar dilirik dan dibeli oleh investor luar negeri. Investor asal Hong Kong, WeLab, misalnya, baru saja mengakuisisi PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) untuk dijadikan bank digital.

Sebelumnya, Sea Group yang berbasis di Singapura telah sukses mencaplok Bank Kesejahteraan Ekonomi yang kini sudah berganti nama menjadi Sea Bank Indonesia.

Baca juga: Pengertian, Fungsi, dan Jenis Bank Berdasarkan Fungsi: Ada Bank Sentral, Bank Umum, & Bank Tabungan

Berita Rekomendasi

Maraknya akuisisi bank kecil oleh asing, seiring dengan keinginan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat industri perbankan. Regulator merilis Peraturan OJK (POJK) No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum yang mengatur modal inti bank sedikitnya sebesar Rp 3 triliun pada tahun 2022.

Harapannya, bank kecil bisa bernaung dalam ekosistem bank yang lebih besar. Namun, tak semua bank memilih jalur konsolidasi.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan kelebihan dari konsolidasi antar bank akan membuat industri lebih efisien dan murah karena jumlah bank relatif sedikit. Juga lebih mudah dilakukan namun negatifnya tidak adanya hal baru yang masuk dari aksi ini.

“Kalau investor asing, secara kekuatan modal, bank akan kuat dan terbantu untuk investasi dan ekspansi bisnis ke depan. Lalu ada alih teknologi, sumber daya manusia, dan pengetahuan dari investor asing kepada bank yang diakuisisi,” ujar Amin kepada Kontan.co.id pada Rabu (8/12).

ILUSTRASI. Merger Akuisisi
ILUSTRASI. Merger Akuisisi (IST)

Ia tidak menampik dampak negatif semakin ramainya investor asing menguasai bank lokal. Ia menyebut industri keuangan menyumbang 90% perekonomian Indonesia.

“Artinya perekonomian Indonesia tergantung pada industri keuangan khususnya perbankan. Bila asing menguasai perbankan kita, sama saja ekonomi kita dikuasai oleh asing,” papar dia.

Kendati demikian, Amin tidak setuju bila investor asing dihalangi masuk ke perbankan. Selama dibatasi agar ada alih teknologi, informasi dan SDM yang akan mengakselerasi pertumbuhan industri keuangan Indonesia.

“Idealnya memang susah karena kondisinya tidak banyak investor lokal yang mau berinvestasi di bank digital yang belum tahu ke depannya bakal seperti apa. Apalagi, bank BUKU I dan II itu, modal seret, tingkat kesehatan biasa saja, sedangkan rasio kredit bermasalah tinggi, dan susah ekspansi,” ujar Amin.

Baca juga: Bank Mandiri Taspen Jual Efek Reksa Dana ke Pensiunan, Mulai dari Rp 50 Ribu

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot menyatakan regulator tidak mendikotomikan kepemilikan asing dan non asing terhadap bank di Indonesia. Bagi OJK, paling penting pihak tersebut harus mampu menyangga kinerja perbankan secara berkelanjutan dan mampu mendorong penguatan bank.

Baik melalui skema konsolidasi, peleburan, penggabungan ataupun pengambilalihan. Toh, OJK ingin pada akhirnya perbankan mampu berkontribusi pada perekonomian.

“Terkait dengan sinyal bahwa bank kecil lebih memilih investor asing, dalam pandangan OJK ini semata-mata masalah pertimbangan bisnis dan bukan masalah asing dan non asing. OJK tentunya akan melakukan fit and proper kelayakan investor manapun untuk menopang sustainability bank, tidak melihat apakah dia asing dan non asing,” jelas Sekar kepada Kontan.co.id pada Rabu (8/12).

Namun konsolidasi di perbankan dalam negeri tetap terjadi. Hal ini dilakukan oleh Mega Corpora yang merupakan subholding CT Corpora milik konglomerat Chairul Tanjung, pas sektor keuangan. Perseroan memiliki 14 entitas anak, dimana lima di antaranya bergerak di bidang usaha perbankan. Mereka yakni PT Bank Mega Tbk., PT Bank Mega Syariah, PT Bank SulutGo, PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tengah, dan PT Allo Bank Indonesia Tbk.

Baca juga: Grup Emtek Siap Caplok Bank Fama, Akuisisi Ditargetkan Rampung Akhir Tahun

Akuisisi Bank Semakin Semarak Jelang Akhir 2021

Minat investor untuk memiliki bank di Indonesia masih sangat besar, termasuk dari investor asing. Selain karena margin perbankan di Tanah Air yang masih bagus, digitalisasi juga jadi faktor yang mendorong tingginya minat tersebut.

Setelah Emtek Group mengumumkan masuk ke perbankan dengan mengakuisisi 93% saham Bank Fama Internasional, investor asal Hong Kong, WeLab, kini juga ikut hadir dengan mengakuisisi PT Bank Jasa Jakarta (BJJ).

Bank-bank mini tersebut bakal disulap menjadi bank digital. Namun, belum ada konfirmasi apakah operasional bank-bank di tangan investor barunya ini akan sepenuhnya digital atau fully digital.

Baca juga: Fokus pada Digitalisasi, Kinerja BSI Pasca Merger Semakin Solid

Mengutip TechCrunch, Selasa (7/10), WeLab telah mengakuisisi 24% saham BBJ dan akan mengakuisisi mayoritas saham bank itu lewat konsorsium yang dinamakan WeLab Sky setelah mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). WeLab memimpin konsorsium WeLab Sky dan mengumpulkan dana US$ 240 juta atau sekitar Rp 3,46 triliun untuk mendanai akuisisi BJJ dan pengembangan teknologi di bank tersebut.

WeLab sebelumnya telah mendirikan bank digital di Hong Kong. Perusahaan fintech ini sebelumnya sudah masuk ke Indonesia lewat pembentukan perusahaan patungan dengan Astra Group yakni PT Astra WeLand Digital Arta (AWDA) sejak April 2018.

Saat Kontan.co.id mengkonfirmasi apakah Astra lewat kolaborasi dengan WeLab akan kembali ke bisnis perbankan setelah lepas dari Bank Permata, Head of Investor Relations Astra International Tira Ardianti tidak menampik maupun mengiyakan.

Namun, dia mengatakan fokus strategi bisnis Astra saat ini memang memperkuat posisi perusahaan sebagai penyedia layanan finansial ritel di Indonesia. Astra juga selalu terbuka menjajaki peluang bisnis yang dapat memberikan prospek jangka panjang yang menjanjikan.

"Kami secara berkala melakukan review atas strategi bisnis Group Astra. Dalam mengambil keputusan, tentu senantiasa memperhatikan kepentingan terbaik seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemegang saham kami," ujarnya, Selasa (7/12).

Tingginya minat investor untuk mengakuisisi atau mengambilalih bank-bank lokal telah dibenarkan OJK. Hal ini dinilai menjadi bukti bahwa bisnis perbankan masih sangat menarik.

Baca juga: Bank Indonesia Percepat Kesiapan Penerbitan Rupiah Digital

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, minat investor yang tinggi masuk ke bisnis perbankan karena didukung juga oleh percepatan digitalisasi yang terjadi saat ini.

"Sehingga memang bank bank kita yang sangat menarik dikembangkan untuk menjadi bank-bank digital," katanya, Selasa (30/11).

OJK menyambut positif siapa saja investor yang akan mengakuisisi bank di dalam negeri, termasuk investor asing. Pasalnya, kata Heru, pihaknya tidak mendikotomikan siapa pemiliknya. Fokus OJK adalah pemilik tersebut harus lulus uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terlebih dahulu.

Heru menegaskan, untuk lulus fit and proper test tidaklah mudah. Pertama, OJK harus memastikan dulu bahwa calon pemilik bank tersebut tidak memiliki rekam jejak yang negatif.

Kedua, calon pemilik bank tersebut harus mempunyai kemampuan keuangan yang dapat mendukung perkembangan bank, komitmennya dalam jangka panjang, termasuk mengatasi berbagai permasalahan yang berpotensi terjadi di kemudian hari, tidak hanya terkait masalah likuiditas tetapi juga dari sisi solvabilitas bank.

Ketiga, investor tersebut harus berkomitmen memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. "Kalau kita lihat komitmen mereka hanya setengah-setengah tidak akan kita izinkan. Jadi meskipun banyak yang datang, namun OJK akan memilah-milah siapa yang bisa memiliki bank di Indonesia," pungkasnya.

Baca juga: Mandiri, Bank Dengan Aset Terbesar di Indonesia

Saat ini, masih banyak bank-bank kecil yang melakukan penjajakan dengan calon investor strategis untuk masuk membantu permodalan. Secara regulasi, bank umum telah diwajibkan memiliki modal inti Rp 3 triliun per akhir 2022 dan itu mesti dipenuhi Rp 2 triliun akhir 2021.

Emtek Group yang juga pemegang saham Grab Indonesia dan Bukalapak menargetkan bisa merampungkan akuisisi Bank Fama pada 28 Desember 2021. Setelah proses akuisisi selesai, Emtek harus melakukan tambahan modal lagi karena modal inti Bank Fama baru Rp 1,02 triliun per Juni lalu.

Calon Bank Emtek ini dikabarkan bakal dikembangkan menjadi bank digital dan eks CEO PT Bank CIMB Niaga Tbk Tigor M Siahaan disebut-sebut akan memimpin bank ini.

Senandung Nacita, Corporate Communication Emtek Group belum bersedia mengungkapkan apa rencana perusahaan ini dalam membesarkan Bank Fama ke depan dan kelanjutan penambahan modalnya. "Hingga saat ini, kami sedang menunggu proses yang sedang berjalan dan akan memberikan informasi lanjutan sesuai dengan proses yang berjalan," kata Nacita pada KONTAN, Jumat (5/12).

Selain dua bank tersebut, masih ada beberapa lagi bank kecil yang masih harus cari investor untuk memenuhi aturan modal inti. Beberapa merupakan perusahaan tertutup seperti Bank SBI Indonesia, Bank Index Selindo, Bank Prima Master dan Bank Mayora.

Bank Mayora belakangan santer dikabarkan akan diakuisisi oleh PT Bank Tabungan Negara Tbk (BNI). Sedangkan Bank Prima Master sebelumnya disebut-disebut akan diakuisisi oleh bank asing.

Sementara bank kecil yang sudah terdaftar di bursa saham diantaranya ada PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA), PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA), PT Bank Ganesha Tbk (BGTG), PT MNC Bank International Tbk (BABP), PT Bank NasionalNobu Tbk, PT Bank Aladin Syariah Tbk, PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA), PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI).

Ajaib baru-baru ini telah mengakuisisi 24% saham Bank Bumi Arta dan sebelumnya Kredivo sudah menjadi pengendali saham Bank Bisnis dengan kepemilikan saham 40%. Perusahaan teknologi juga sudah masuk ke bank untuk membangun bank digital seperti Sea Group ke SeaBank Indonesia dan Gojek ke Bank Jago. (*) (Kontan/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas